Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pramono Dwi Susetyo
Pensiunan

Pemerhati masalah kehutanan; penulis buku

Mengendalikan Ekosistem Air Tawar

Kompas.com - 25/09/2023, 15:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Siklus itu terus terjadi seumur bumi. Air hujan yang masuk dalam wilayah tangkapan air (catchment area) di daerah aliran sungai ditangkap oleh hutan lalu dialirkan masuk ke dalam tanah.

Penelitian menyebutkan hutan berdaun jarum mampu membuat 60 persen air hujan terserap tanah. Sementara, hutan dengan pohon berdaun lebar mampu menyerap 80 persen air hujan.

Makin rapat pohon yang ada dan makin berlapis-lapis strata tajuknya, makin tinggi pula air hujan yang terserap ke dalam tanah. Kawasan hutan lindung bahkan cagar alam, merupakan kawasan yang sangat efektif menyimpan air.

Hutan lindung dan cagar alam sebagai bagian dari hutan konservasi merupakan kawasan lindung yang melindungi kawasan di bawahnya.

Karena itu, hutan menjadi celengan dalam menabung air. Waduk adalah tabungan air yang dibuat manusia. Karena itu neraca air akan terganggu jika hutan menjadi rusak atau dikonversi menjadi bukan hutan. Alam sudah punya keseimbangannya sendiri.

Konsep hulu hilir DAS

Untuk memahami daerah tangkapan air (DTA) di suatu daerah aliran sungai (DAS), kita harus menengok ke hulu, daerah aliran sungai yang mengirim air ke daratan lebih rendah.

Aliran sungai hingga ke laut melewati pelbagai bentuk tanah, permukiman, bentuk aliran, yang tiap-tiap bagian menimbulkan masalah dan penanganan berbeda. Kita bahas satu per satu:

Pertama, kawasan daerah aliran sungai (DAS) dibagi menjadi tiga: hulu, tengah dan hilir, yang masing-masing terkoneksi antara satu dengan lain dan saling memengaruhi serta tidak terpisahkan.

DAS hulu sangat terpengaruh oleh DAS bawah, begitu juga sebaliknya. Indikator paling mudah kondisi tangkapan air di hulu melalui hitungan luas tutupan hutan. Paling ideal 30-50 persen.

Semakin luas tutupan hutan suatu wilayah kawasan hutan akan semakin baik kawasan itu memerangkap air hujan.

DAS tidak mengenal batas wilayah administratif karena hanya mengenal hulu dan hilir. Sehingga tanggung jawab penanganan banjir tak bisa dibebankan hanya kepada satu bagian saja.

Jika DAS Ciliwung banjir, maka Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Bogor juga ikut bertanggung jawab, tak hanya Jakarta yang terlindas banjir.

DAS di Jawa kian menyusut. DAS Solo yang membentang dari Jawa Tengah hingga Jawa Timur, tutupannya tinggal 4 persen, Ciliwung tinggal 8,9 persen. Inilah problem utama banjir di Jawa Tengah dan Jawa Barat.

Kedua, DAS banjir apabila rasio debit air maksimum pada musim hujan dan debit air minimum pada musim kemarau angkanya lebih besar 40 persen.

Di Indonesia, rasio umum DAS sebesar 60 persen. Bahkan di Jawa lebih dari 100 persen. Sejumlah studi menunjukkan bahwa rasio debit air berbanding terbalik dengan luas tutupan hutan pada DAS hulu dan tengah. Makin luas tutupan hutan, makin kecil rasio debit air maksimum dan minimumnya.

Halaman Berikutnya
Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com