Pada periode 2015-2019, realisasi untuk program peremajaan sawit rakyat (PSR) hanya sebesar Rp 2,7 triliun, pengembangan sumber daya manusia (SDM) sebesar Rp 140,6 miliar, dan pengadaan sarana-prasarana sebesar Rp 1,73 miliar.
Jika ketiganya digabungkan, totalnya bahkan tidak mencapai 10 persen dari total dana Rp 47,28 triliun yang dihimpun BPDPKS dalam periode tersebut.
Baca juga: Beasiswa SDM Sawit 2023 Dibuka, Kuliah Gratis untuk 2.000 Peserta se-Indonesia
Direktur Eksekutif Satya Bumi Andi Muttaqien menyebut, dalam perkara ini penyidik mesti mendalami tujuan dibentuknya lembaga BPDPKS dengan realita yang terjadi dalam kurun waktu 2015-2022.
“Dana BPDPKS harus dikembalikan sesuai khittah-nya yaitu pembiayaan lebih banyak ke hulu untuk peremajaan, pelatihan dan pengembangan SDM, penelitian dan pengembangan yang membuat produktivitas petani naik, sehingga petani bisa naik kelas dan masuk dalam ekosistem komersial dalam jangka panjang,” ujar Andi.
Salam momentum peringatan Hari Tani Nasional yang diperingati setiap 24 September, Andi mengingatkan bahwa kedaulatan petani sawit akan sangat menentukan perkembangan industri sawit dan mendorong pembangunan ekonomi nasional.
“Maka iuran dana sawit harusnya menjadi subsidi bagi petani sawit, bukan dinikmati korporasi besar, pungutan ekspor dari perusahaan semestinya tidak kembali lagi ke perusahaan,” tuturnya.
Baca juga: Pertama Kali, Kebun dan Pabrik Kelapa Sawit Sosa Raih Sertifikat ISPO
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya