Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 4 Oktober 2023, 14:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Taman nasional bisa menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di daerah melalui pemanfaatan jasa lingkungan.

Hal tersebut Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar dalam Rapat Koordinasi Teknis (rakornis) Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) di Jakarta, Selasa (3/10/2023).

"Jasa lingkungan tersebut antara lain seperti ekowisata, pemanfaatan panas bumi, air, dan nilai ekonomi karbon," ujar Siti Nurbaya, sebagaimana dilansir Antara.

Baca juga: Ekonomi Hijau Jadi Salah Satu Arah Kebijakan Indonesia

Pada awal pembentukannya pada tahun 1982, Indonesia hanya memiliki dan menetapkan lima taman nasional.

Seiring berjalannya waktu, saat ini Indonesia memiliki 55 taman nasional dan dan 130 taman wisata alam yang berada di kawasan konservasi seluas 27,4 juta hektare.

Taman nasional merupakan kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.

Balai besar atau balai taman nasional bertugas mengelola taman nasional dengan sistem zonasi, seperti zona rimba, zona tradisional, dan zona pemanfaatan.

Baca juga: Ekonomi Hijau Jadi Sumber Baru Pertumbuhan Berkelanjutan

Sedangkan, taman wisata alam merupakan kawasan pelestarian alam yang bisa dimanfaatkan untuk kegiatan pariwisata dan rekreasi.

Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) bertanggung jawab terhadap pengelolaan taman wisata alam dengan sistem blok, seperti blok inti, blok tradisional, maupun blok pemanfaatan.

Kementerian LHK mencatat, kunjungan wisata alam ke kawasan konservasi di Indonesia sebanyak 5,29 juta orang pada 2022. Jumlah itu terdiri atas 5,29 juta wisatawan lokal dan 189.000 wisatawan mancanegara.

Berdasarkan jumlah kunjungan, wisata alam di kawasan konservasi menghasilkan nilai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 96,7 miliar.

Selain berkontribusi kepada negara melalui PNBP, Siti Nurbaya menyampaikan pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam juga memberikan efek berganda kepada masyarakat berupa serapan tenaga kerja.

Baca juga: Money Matter, Gita Wirjawan: Pendidikan Vital bagi Perkembangan Ekonomi

Kegiatan wisata alam di kawasan konservasi telah menciptakan banyak lapangan kerja. Mereka terdaftar sebagai tenaga kerja pemegang perizinan berusaha di kawasan konservasi.

Bahkan, kata Siti Nurbaya, pemanfaatan jasa lingkungan juga menyediakan lapangan pekerjaan untuk masyarakat sebagai penyedia jasa makanan dan minuman, pemandu wisata, serta penyedia cenderamata.

Dia mengatakan, salah satu contoh peningkatan keterlibatan masyarakat ada di Taman Nasional Gunung Rinjani yang berlokasi di Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Pada 2021 dan 2022, Taman Nasional Gunung Rinjani mengalami peningkatan pelaku wisata operator tur dari 70 menjadi 109 orang, pemandu meningkat dari 794 menjadi 3.907 orang, dan kuli angkut dari 1.841 menjadi 11.577 orang.

Baca juga: Kejar Ekonomi Hijau, BI dan Pemerintah Godok Kalkulator Karbon untuk Industri

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
COP30: 300 Juta Dollar AS Dialokasikan untuk Riset Kesehatan Iklim
COP30: 300 Juta Dollar AS Dialokasikan untuk Riset Kesehatan Iklim
Pemerintah
Startup Indonesia Perkuat Ekosistem Inovasi Berkelanjutan lewat Nusantara Innovation Hub
Startup Indonesia Perkuat Ekosistem Inovasi Berkelanjutan lewat Nusantara Innovation Hub
Swasta
WEF: Transisi Hijau Ciptakan 9,6 Juta Lapangan Kerja Baru pada 2030
WEF: Transisi Hijau Ciptakan 9,6 Juta Lapangan Kerja Baru pada 2030
Pemerintah
Celios: Banyak Negara Maju Belum Bayar Utang Ekologis ke Negara Berkembang
Celios: Banyak Negara Maju Belum Bayar Utang Ekologis ke Negara Berkembang
Pemerintah
Skandal Sawit Kalteng: 108 Perusahaan Masuk Kawasan Hutan, Ogah Bangun Kebun Plasma
Skandal Sawit Kalteng: 108 Perusahaan Masuk Kawasan Hutan, Ogah Bangun Kebun Plasma
LSM/Figur
Tantangan Menggeser Paradigma Bisnis Sawit dari Produktivitas ke Keberlanjutan
Tantangan Menggeser Paradigma Bisnis Sawit dari Produktivitas ke Keberlanjutan
Swasta
Masyarakat Adat Jaga Ekosistem, tapi Hanya Terima 2,9 Persen Pendanaan Iklim
Masyarakat Adat Jaga Ekosistem, tapi Hanya Terima 2,9 Persen Pendanaan Iklim
LSM/Figur
Laporan Mengejutkan: Cuma 19 Persen Perusahaan Sawit di Kalteng Lolos Administrasi
Laporan Mengejutkan: Cuma 19 Persen Perusahaan Sawit di Kalteng Lolos Administrasi
LSM/Figur
Laporan Ceres: Kemajuan Keberlanjutan Air Korporat Terlalu Lambat
Laporan Ceres: Kemajuan Keberlanjutan Air Korporat Terlalu Lambat
Pemerintah
Konsumsi Air Dunia Melonjak 25 Persen, Bank Dunia Ungkap Bumi Menuju Kekeringan
Konsumsi Air Dunia Melonjak 25 Persen, Bank Dunia Ungkap Bumi Menuju Kekeringan
Pemerintah
COP30: 70 Organisasi Dunia Desak Kawasan Bebas Energi Fosil di Hutan Tropis
COP30: 70 Organisasi Dunia Desak Kawasan Bebas Energi Fosil di Hutan Tropis
LSM/Figur
Perkuat Ketahanan Lingkungan dan Ekonomi Warga, Bakti BCA Restorasi Mata Air dan Tanam 21.000 Pohon
Perkuat Ketahanan Lingkungan dan Ekonomi Warga, Bakti BCA Restorasi Mata Air dan Tanam 21.000 Pohon
Swasta
Koalisi Masyarakat Sipil: Program MBG Harus Dihentikan dan Dievaluasi
Koalisi Masyarakat Sipil: Program MBG Harus Dihentikan dan Dievaluasi
LSM/Figur
5,2 Ha Lahan Hutan di Karawang Jadi Tempat Sampah Ilegal
5,2 Ha Lahan Hutan di Karawang Jadi Tempat Sampah Ilegal
Pemerintah
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem Landa Sejumlah Daerah Sepekan ke Depan
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem Landa Sejumlah Daerah Sepekan ke Depan
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau