KOMPAS.com - Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, ekonomi hijau menjadi salah satu fokus arah kebijakan perekonomian Indonesia beberapa tahun ke depan.
Hal tersebut disampaikan Suahasil saat menyampaikan kuliah umum di Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel), Jumat (29/9/2023).
“Awarness (kesadaran) mengenai keberlanjutan akan menguat dan akan semakin penting di berbagai bidang kehidupan,” kata Suahasil, sebagaimana dilansir Antara.
Baca juga: Ekonomi Hijau Jadi Sumber Baru Pertumbuhan Berkelanjutan
Suahasil menjelaskan, arah kebijakan pemerintah ke depan akan difokuskan untuk menciptakan ekosistem ekonomi yang ramah lingkungan serta berkelanjutan.
Ekosistem tersebut masuk dalam salah satu strategi untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045.
Dia turut mengapresiasi langkah Rektor Universitas Lambung Mangkurat Ahmad Alim Bachri yang meminta lahan 600 hektare hutan bakau atau mangrove untuk dijadikan sebagai tempat penelitian sekaligus langkah preservasi terhadap lingkungan.
"Dengan visi Universitas Lambung Mangkurat akan mengurusi itu (mangrove), menjadikan itu tempat penelitian, menciptakan knowledge (pengetahuan) baru dan menyebarluaskan mengenai mangrove tersebut," ucap Suahasil.
Baca juga: 6 Pemuda Portugal Seret 32 Negara Eropa ke Meja Hijau, Gugat Aksi Iklim Tak Memadai
"Kenapa mangrove? Karena mangrove adalah bagian dari ekonomi masa depan yang berkelanjutan," sambungnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, ekonomi hijau akan menjadi sumber pertumbuhan berkelanjutan yang baru di Indonesia
Berbekal fundamental ekonomi Indonesia yang baik, Indonesia memiliki modal untuk mendorong ekonomi hijau.
"Fundamental yang baik ini menjadi modal bagi Indonesia untuk mendorong ekonomi hijau sebagai sumber baru pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di masa depan," ujar Airlangga dalam keterangan resminya, Selasa (26/9/2023).
Baca juga: Ekspansi di Bali, ATW Solar dan SED Dorong Kemandirian Energi Hijau
Indonesia telah meningkatkan komitmen Nationally Determined Contribution (NDC)-nya dalam Enhaced NDC yang diluncurkan beberapa waktu lalu.
Target penurunan emisi dengan usaha sendiri dari 29 persen menjadi 31,89 persen pada 2030. Bila mendapat bantuan internasional dari 41 persen menjadi 43,20 persen pada 2030.
Enhanced NDC tersebut diselaraskan dengan Strategi Jangka Panjang Rendah Karbon dan Ketahanan Iklim 2050 serta visi untuk mencapai netral karbon atau net zero emission (NZE) pada 2060.
Airlangga menuturkan, untuk mencapai visi tersebut perlu kolaborasi yang kuat di antara pemangku kepentingan dan diperlukan peningkatan akses terhadap solusi keuangan dan teknologi.
Baca juga: Hidrogen Hijau Berperan Penting dalam Transisi Energi Dunia, Permintaan Bakal Melonjak
Sementara itu, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Indonesia (APBN) memprioritaskan proyek-proyek untuk mengatasi perubahan iklim dan mendorong kegiatan ramah iklim.
Airlangga menuturkan, pemerintah menerapkan mekanisme Climate Budget Tagging di tingkat nasional dan daerah.
Tagging tersebut mampu melacak alokasi anggaran perubahan iklim, serta menyajikan data kegiatan dan hasilnya.
Baca juga: Penerapan Gedung Hijau di Indonesia Butuh Regulasi dan Insentif
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya