KOMPAS.com – Untuk mencapai Visi Indonesia Emas 2045, muncul usulan kebijakan penguatan pengelolaan risiko bencana kepada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Usulan tersebut disampaikan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Perencana Ahli Utama Bidang Pengembangan Regional Bappenas Supriyadi mengatakan, ketahanan terhadap bencana perlu disiapkan.
Baca juga: Kejar SDGs Desa, Desa Wisata dan Tanggap Bencana Masuk Program Kunci
”Sebagai bagian dari transformasi sosial budaya dan ekologi, resiliensi terhadap bencana dan perubahan iklim menjadi arah pembangunan yang ke-17 untuk menuju Indonesia Emas 2045,” kata Supriyadi dalam diskusi "Panduan Penyusunan Perencanaan Penanggulangan Bencana ke RPJMD" di Jakarta, Kamis (12/10/2023).
Bappenas mengusulkan dua kebijakan pengelolaan risiko bencana yakni penguatan sarana dan prasarana tahan bencana serta pengelolaan dan pengurangan risiko bencana.
Garis besar penguatan sarana dan prasarana tahan bencana adalah mengarusutamakan pembangunan sarana dan prasarana publik serta hunian masyarakat yang tahan bencana.
Untuk mencapai penguatan sarana dan prasarana, ada tiga poin yang dapat dilakukan oleh BNPB.
Baca juga: Bencana Akibat Perubahan Iklim Sebabkan 43,1 Juta Anak Mengungsi
Pertama, pelaksanaan penilaian bangunan tahan bencana. Kedua, pengarusutamaan pembangunan infrastruktur tahan bencana yang multifungsi.
Ketiga, penerapan insentif penanggulangan bencana terutama pada kawasan berisiko tinggi, sebagaimana dilansir Antara.
Di Pulau Jawa misalnya, berdasarkan kajian, perlu penguatan infrastruktur maupun pemahaman masyarakat di sepanjang pesisir Pantai Utara Jawa mengenai dampak perubahan iklim, seperti banjir rob dan abrasi.
Sedangkan untuk pengelolaan dan pengurangan risiko memiliki garis besar edukasi dan mitigasi risiko.
Baca juga: SBI Pabrik Narogong Gelar Pelatihan Desa Tangguh Bencana
Contohnya adalah literasi dan edukasi kebencanaan, pemberdayaan masyarakat, partisipasi segenap pelaku pembangunan dalam aksi kesiapsiagaan, peringatan dini, serta mitigasi struktural maupun non-struktural.
Supriyadi menegaskan pentingnya kolaborasi multipihak dan integrasi program penanggulangan bencana guna mewujudkan ketahanan dalam menghadapi bencana dan perubahan iklim.
"Seperti di Pulau Sumatera, pengelolaan risiko bencana perlu dilakukan lewat banyak hal,” terang Supriyadi.
“Mulai dari peningkatan kesiapsiagaan, penguatan kurikulum bencana di tiap satuan pendidikan, hingga edukasi langsung kepada masyarakat sebab letak geografis pulau itu memberi banyak risiko bencana,” sambungnya.
Baca juga: Perubahan Iklim Sebabkan Hujan Makin Lebat dan Cuaca Ekstrem, Bencana Mengintai
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya