Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 13/10/2023, 14:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com – Badan Pangan Nasional (Bapanas) menyebutkan, solusi jangka panjang untuk ketahanan pangan nasional adalah pangan lokal.

Direktur Ketersediaan Pangan Bapanas Budi Waryanto menyampaikan, saat ini lembaganya sedang sedang mempersiapkan struktur untuk memastikan pengembangan pangan lokal.

Salah satunya melalui program Pangan Beragam, Bergizi, Seimbang, dan Aman (B2SA) yang mendukung diversifikasi pangan lewat kearifan pangan lokal.

Baca juga: Pemerintah Harus Jamin Akses Masyarakat Beli Beras saat Harga Pangan Naik

“Lewat program ini, Bapanas mendorong masyarakat untuk konsumsi pangan lokal. Namun, untuk dapat menyukseskan program ini, kami membutuhkan partisipasi dari pegiat pangan lokal,” kata Budi dalam diskusi media yang bertajuk “Hari Pangan Sedunia: Refleksi Ketahanan Pangan Indonesia di Tengah Ancaman Kekeringan Dampak El Nino”, Kamis (12/10/2023).

Untuk diketahui, saat ini beras masih menjadi pangan utama masyarakat Indonesia dengan persentase konsumsi sebanyak 90 persen, sebagaimana rilis yang diterima dari ID COMM.

Budi menuturkan sejak dulu masyarakat Indonesia sebenarnya memilili sumber karbohidrat yang beragam, salah satu contohnya adalah papeda, olahan sagu di Papua.

“Pangan tersebut harus dipopulerkan kembali melalui inovasi, seperti dibuat menjadi olahan lain yang lebih menarik untuk menarik minat konsumsi tapi tetap bergizi,” ujar Budi.

Di sisi lain, Direktur Yayasan Masyarakat Kehutanan Lestari (YMKL) Emil Kleden menyebutkan, berdasarkan fakta di lapangan, keberlangsungan pangan lokal justru semakin terdesak saat ini, khususnya di Papua.

Baca juga: Tantangan Food Estate Indonesia Wujudkan Ketahanan Pangan Global

Dia mencontohkan, di Papua, sebagian besar masyarakatnya sudah beralih makanan pokok dari sagu dan ubi jalar menjadi beras.

Menurut Emil, ada persoalan yang problematik karena beras dianggap berada pada tingkatan yang lebih tinggi daripada sagu. Ada persepsi “kenaikan kelas” yang mereka dapatkan ketika makan nasi.

Semakin lama, konsumsi sagu semakin menurun dan praktik tradisional untuk penyimpanan ubi serta sagu semakin ditinggalkan. Padahal, lumbung sagu adalah komponen penting dalam kehidupan bermasyarakat adat di sana.

“Tidak hanya mengenai beras, bencana kekeringan di Papua juga menyebabkan mengancam ketersediaan bahan pangan utama masyarakat Papua yaitu ubi jalar dan sagu,” papar Emil.

Selain itu, konversi hutan sagu untuk kebutuhan lain ini semakin mengancam keberlangsungan pangan lokal penduduk asli Papua karena berkurangnya lahan produksi untuk sagu.

Baca juga: Irjen Kementan: 20 Persen Dana Desa untuk Sektor Pangan

“Belum lagi tentang potensi hilangnya sumber protein hewani seperti rusa, babi, dan kasuari karena habitat asli mereka sudah dihancurkan. Hal ini tentu sangat merugikan masyarakat adat yang masih menggunakan praktik tradisional untuk menghasilkan dan menyimpan pangan,” imbuhnya.

Dia mengingatkan bahwa setiap tahunnya dalam 40 tahun terakhir, selalu ada daerah di Papua dan Papua Barat yang mengalami bencana kelaparan akibat cuaca ekstrem, musim dingin, kekeringan, dan gagal panen.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Petani Kecil Berperan Penting dalam Industri Kelapa Sawit, Perlu Distribusi Keuntungan yang Merata

Petani Kecil Berperan Penting dalam Industri Kelapa Sawit, Perlu Distribusi Keuntungan yang Merata

LSM/Figur
Peneliti UGM: Gua di JJLS Punya Ornamen Terbaik di Gunungkidul

Peneliti UGM: Gua di JJLS Punya Ornamen Terbaik di Gunungkidul

LSM/Figur
Astra Half Marathon 2024 Ajak Lebih dari 5.000 Pelari Ciptakan Dampak Positif Berkelanjutan

Astra Half Marathon 2024 Ajak Lebih dari 5.000 Pelari Ciptakan Dampak Positif Berkelanjutan

Swasta
Kurangi Efek Rumah Kaca, Peneliti BRIN Tawarkan Semai Kapur Kalsium Oksida ke Atmosfer

Kurangi Efek Rumah Kaca, Peneliti BRIN Tawarkan Semai Kapur Kalsium Oksida ke Atmosfer

LSM/Figur
PLN Komitmen Siapkan Energi Hijau di Indonesia

PLN Komitmen Siapkan Energi Hijau di Indonesia

Pemerintah
Aruki: Agenda Indonesia dalam COP29 Jauh dari Keadilan Iklim

Aruki: Agenda Indonesia dalam COP29 Jauh dari Keadilan Iklim

LSM/Figur
Hari Pertama COP29, Negara-negara Sepakati Aturan Bursa Karbon Internasional

Hari Pertama COP29, Negara-negara Sepakati Aturan Bursa Karbon Internasional

Pemerintah
Hadiri COP29, Delegasi Indonesia Promosikan Nuklir hingga Penangkap Karbon

Hadiri COP29, Delegasi Indonesia Promosikan Nuklir hingga Penangkap Karbon

Pemerintah
Komunitas Vegetarian Minta Prabowo Buat Kebijakan Batasi Konsumsi Daging

Komunitas Vegetarian Minta Prabowo Buat Kebijakan Batasi Konsumsi Daging

Pemerintah
Kualitas Alam Turun, Bagaimana Perusahaan Bisa Turut Menyelamatkannya?

Kualitas Alam Turun, Bagaimana Perusahaan Bisa Turut Menyelamatkannya?

Pemerintah
Uni Eropa Tegas Larang Mobil Beremisi CO2 pada 2035

Uni Eropa Tegas Larang Mobil Beremisi CO2 pada 2035

Pemerintah
IUCN: 38 Persen Pohon di Dunia Terancam Punah

IUCN: 38 Persen Pohon di Dunia Terancam Punah

Pemerintah
Kesenjangan Pendanaan Adaptasi Iklim Bengkak 187 Miliar Dollar AS Per Tahun

Kesenjangan Pendanaan Adaptasi Iklim Bengkak 187 Miliar Dollar AS Per Tahun

Pemerintah
The Star 'ESG Summit 2024': Perusahaan Didorong Fokus pada Dampak ESG Terukur

The Star "ESG Summit 2024": Perusahaan Didorong Fokus pada Dampak ESG Terukur

Swasta
Indonesia Dinilai Layak Jadi Rujukan Dunia soal Peringatan Dini Tsunami

Indonesia Dinilai Layak Jadi Rujukan Dunia soal Peringatan Dini Tsunami

LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau