KOMPAS.com – Industri fashion alias fesyen atau pakaian adalah penyumbang polusi sekaligus pencemar terbesar nomor tiga di dunia. Industri ini menyumbang hingga 10 persen dari seluruh jejak karbon aktivitas manusia setiap tahunnya.
Saking besarnya dampak industri fashion, polusi dari sektor ini bahkan lebih besar bila dibandingkan gabungan semua jejak karbon dari semua kapal kargo dan penerbangan internasional sepanjang tahun.
Salah satu subsektor yang mendapat banyak sorotan dari sektor ini adalah fast fashion.
Baca juga: 7 Fakta Mengenai Sampah Fast Fashion
Fast fashion merujuk pada tren pakaian yang diproduksi dengan harga yang relatif murah dan secara cepat dipasarkan di toko-toko untuk mengikuti tren yang terus berkembang.
Fast fashion yang makin menjadi gaya hidup membuat limbah dan polutan dari industri fesyen dikhawatirkan bakal berlipat ganda.
Di satu sisi, pakaian adalah salah satu kebutuhan manusia yang harus dipenuhi. Di tengah berbagai dampak buruk yang ditimbulkan dari industri fesyen, muncul gerakan untuk melawan dampak lingkungan dengan tetap memenuhi kebutuhan manusia akan sandang.
Upaya perlawanan tersebut adalah slow fashion, kebalikan dari fast fashion. Lantas, apa itu slow fashion?
Baca juga: Fast Fashion: Tren Pakaian yang Berdampak Buruk untuk Lingkungan
Slow fashion adalah gerakan dan pendekatan yang mengedepankan kualitas, keberlanjutan, dan usia pakai yang panjang dari sebuah produk fesyen.
Dilansir dari Conserve Energy Future, slow fashion terinspirasi dari gerakan slow food yang mengedepankan makanan lokal dan masakan tradisional sebagai alternatif dari makanan cepat saji.
Kedua gerakan ini sama-sama menekankan pentingnya kualitas dibandingkan kuantitas.
Slow fashion mendorong konsumen untuk membeli lebih sedikit pakaian dengan kualitas lebih baik dan dirancang untuk tahan lama.
Gerakan ini juga mempromosikan praktik ketenagakerjaan yang adil dan mendukung pengrajin lokal dan usaha kecil.
Slow fashion juga bertujuan untuk mengurangi dampak negatif industri fesyen terhadap lingkungan dan masyarakat dengan mendorong konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab.
Akan tetapi, perlu diingat bahwa slow fashion bukan hanya tentang penggunaan bahan berkualitas tinggi, melainkan juga desainnya.
Baca juga: Sustainable Fashion Karya Siswa SMK di Jakarta Muslim Fashion Week
Gerakan slow fashion memiliki prinsip dan karakteristik utama. Dilansir dari Conserve Energy Future, berikut prinsip dan karakteristiknya.
Slow fashion mengutamakan penggunaan bahan berkelanjutan dan proses produksi ramah lingkungan untuk mengurangi jejak karbon dan limbah.
Daripada memproduksi pakaian sekali pakai berkualitas rendah dalam jumlah besar, slow fashion berfokus pada menciptakan lebih sedikit barang berkualitas tinggi yang bertahan lebih lama.
Slow fashion memastikan upah yang adil, kondisi kerja yang aman, dan perlakuan yang layak terhadap pekerja di seluruh rantai pasokannya.
Merek yang mendukung slow fashion sering kali memberikan informasi tentang di mana dan bagaimana produk mereka dibuat, sehingga konsumen dapat membuat pilihan yang tepat.
Desain slow fashion cenderung klasik dan serbaguna dibandingkan desain trendi dan mengikuti perkembangan zaman. Artinya, pakaian dari slow fashion tetap relevan dan dapat dipakai selama beberapa musim atau bahkan bertahun-tahun.
Konsumen didorong untuk lebih berhati-hati dalam membeli, mempertimbangkan umur suatu barang, dan dampaknya terhadap lingkungan sebelum membeli.
Daripada membuang pakaian rusak atau lama, penekanannya adalah memperbaiki, mendesain ulang, atau mendaur ulang pakaian tersebut untuk memperpanjang masa pakainya.
Slow fashion sering kali mempromosikan pengrajin dan produksi lokal untuk mengurangi emisi transportasi dan untuk mendukung perekonomian lokal.
Slow fashion mendorong konsumen untuk membeli lebih sedikit barang, memilih kualitas daripada kuantitas, dan menganggap pembelian sebagai investasi jangka panjang.
Baca juga: Mengintip 4 Tren Fesyen di Paris Fashion Week 2023
Gerakan slow fashion bertujuan untuk mempromosikan keadilan sosial dan lingkungan di industri fashion.
Hal ini supaya menyebarkan kesadaran tentang dampak negatif dari kelebihan produksi dan konsumsi berlebihan dalam fast fashion.
Slow fashion mendorong perusahaan atau merek fesyen untuk mengevaluasi kembali praktik produksi mereka guna meminimalkan limbah dan bahkan mungkin menghentikan penggunaan bahan kimia berbahaya.
Gerakan slow fashion juga menegaskan kembali perlunya menghentikan produksi berlebih dengan meminta perusahaan atau merek hanya membuat pakaian berdasarkan pesanan di muka.
Jika hal itu tidak memungkinkan, setidaknya mereka harus meminimalkan jumlah produksi mereka.
Gerakan ini juga ingin memastikan bahwa karyawan atau pekerja memiliki kondisi kerja yang sehat dan menerima upah yang layak.
Baca juga: Rancangan Fashion Tanpa Batasan Gender ala Harry Halim
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya