KEMARAU panjang telah terjadi sejak Juli 2023, hingga akhir Oktober beberapa wilayah masih mengalami kekeringan ekstrem.
Sesuai perkiraan BMKG hujan mulai datang pada akhir September di wilayah bagian utara khatulistiwa, yang mengakibatkan banjir di Aceh Utara dan Kalimantan Utara.
Wilayah lain yang masih mengalami kekeringan tidak bisa tinggal diam. Antisipasi banjir harus segera dilakukan, dengan pengerukan sedimen waduk, pembersihan drainase, hingga pemangkasan pohon-pohon besar di jalan raya.
Indonesia mengalami kemarau panjang akibat fenomena cuaca, el Nino dan IOD positif di akhir 2023. Sejak Juli, sudah lebih dari tiga bulan tidak turun hujan di sebagian besar wilayah Indonesia.
El Nino adalah peningkatan Suhu Muka Laut (SML) di Samudera Pasifik bagian tengah hingga timur dan mengurangi pertumbuhan awan di bagian barat, sehingga mengurangi curah hujan di Indonesia yang berada di bagian Barat Samudera Pasifik.
Sedangkan IOD Positif terjadi saat SML di Samudera Hindia bagian barat menghangat dan di bagian timur lebih dingin. Situasi ini mengakibatkan turunnya potensi hujan di wilayah timur Samudera Hindia, termasuk di Indonesia.
Kedua fenomena cuaca ini mengakibatkan musim kemarau 2023 di Indonesia terasa lebih kering dibanding tiga tahun lalu.
Penurunan curah hujan yang signifikan mengakibatkan terjadinya kesulitan memperoleh air untuk kebutuhan sehari-hari, hingga kekeringan ekstrem di NTT dan Pulau Jawa.
Kekeringan juga mengakibatkan kebakaran hutan di Jambi dan Kalimantan Selatan. Tidak hanya itu, kesulitan air turut menyebabkan turunnya hasil panen di wilayah-wilayah sentra produksi beras.
Data BPS pada September 2023, menunjukkan terjadi penurunan luas panen di beberapa daerah lumbung padi. Luas panen di Banten turun 19,91 persen, Jateng turun 15,62 persen, Sulsel turun 14,68 persen, dan Jabar turun 13,04 persen.
Hal ini berdampak pada penurunan ketersediaan pangan dan ekonomi masyarakat yang bergantung pada sektor pertanian.
Tampungan air yang telah dipersiapakan untuk menghadapi kemarau panjang juga telah mengalami penyusutan.
Beberapa bendungan besar mulai surut yang terjadi di Bendungan Gajah Mungkur (Jateng), Bendungan Jatigede (Jabar), dan Bendungan Bili-Bili (Sulsel). Hingga waduk-waduk kecil mengering seperti Waduk Dawuhan (Jatim), Setu Sedong (Jabar), dan Waduk Cengklik (Jateng).
BMKG telah merilis bahwa mulai akhir September, beberapa wilayah di Indonesia sudah mulai masuk musim hujan terutama wilayah-wilayah yang berada di bagian utara khatulistiwa, seperti Sumatera dan Kalimantan bagian Utara.
Sedangkan untuk wilayah Selatan khatulistiwa seperti Lampung, Pulau Jawa, hingga Nusa Tenggara, hujan akan turun bertahap mulai akhir Oktober hingga Maret 2024 (perkiraan berakhirnya dampak el Nino).
Prediksi ini terbukti dengan turunnya hujan di Aceh, Sumut hingga Kalimantan Utara sejak akhir September. Hujan bahkan telah mengakibatkan banjir hingga 1,5 meter di Kabupaten Aceh Utara, banjir besar di Kabupaten Malinau, dan yang terkini banjir di Kabupaten Rokan Hulu.
Kedatangan hujan tentu saja sangat ditunggu-tunggu. Namun, diperlukan antisipasi dalam menghadapi musim hujan agar tidak terjadi bencana hidrometeorologi.
Antisipasi perlu dilakukan dengan belajar pada kejadian-kejadian banjir besar dan tanah longsor pasca-El Nino yang pernah terjadi sebelumnya.
Pada awal 2020, setelah el Nino panjang dari akhir 2018, terjadi banjir di beberapa wilayah di Indonesia. Salah satunya yang terparah terjadi di Jakarta pada malam tahun baru tahun 2020, yang diakibatkan curah hujan tertinggi dalam 24 tahun.
Dengan intensitas tertinggi 377 mm/hari, banjir mengakibatkan sejumlah wilayah di Jakarta terendam hingga berhari-hari.
Tidak hanya di Jakarta, banjir awal 2020 juga terjadi di Banten dan Jawa Barat yang mengakibatkan jebolnya tanggul Kali Bekasi dan longsor di Kabupaten Bogor.
Bencana ini mengakibatkan banyak kerugian baik material maupun immaterial. Banyak warga kehilangan rumahnya dan harus mengungsi dalam waktu yang cukup lama, sebelum mendapatkan tempat tinggal baru dari Pemerintah.
Kita tentu tidak ingin kejadian banjir besar di awal 2020 terulang. Program-program antisipasi menghadapi musim hujan perlu segera dilaksanakan.
Pengerukan sedimen waduk/tampungan air, pembersihan drainase, hingga pemangkasan pohon besar yang berpotensi roboh karena angin kencang, akan lebih mudah dan lebih aman sebelum musim hujan datang.
Waduk merupakan infrastruktur utama dalam sistem pengendalian banjir. Waduk berfungsi sebagai tampungan air hujan di hulu, sehingga air tidak serta merta mengalir ke hilir.
Pengerukan sedimen waduk pada musim kemarau akan lebih optimal karena volume air yang menyusut, sehingga memudahkan pengerjaan.
Pengerukan akan memberikan ruang yang lebih besar untuk tampungan air saat musim hujan yang memperkuat sistem pengendalian banjir.
Pengerukan sedimen juga harus dibarengi dengan pembersihan sungai-sungai di daerah hulu untuk memastikan aliran air masuk ke waduk dengan lancar.
Pekerjaan ini menjadi kewenangan pemerintah pusat bekerjasama dengan pemerintah daerah, untuk menjamin sinkronisasi program.
Pembersihan drainase sangat signifikan dalam mengurangi risiko banjir di perkotaan, yang memiliki resapan air rendah.
Kondisi saluran drainase musim kemarau yang kering, penuh sampah, hingga tumbuhan liar, akan menghambat aliran air.
Dengan mengoptimalkan saluran, air hujan dapat mengalir dengan lancar, mengurangi risiko meluapnya air ke permukiman.
Pembersihan saluran drainase harus dilakukan dari level kabupaten/kota hingga ke level lingkungan permukiman dengan koordinasi dari kepala daerah.
Antisipasi musim hujan tidak berhenti pada rehabilitasi infrastruktur sumber daya air. Salah satu yang juga penting mendapatkan perhatian adalah pemangkasan pohon-pohon besar di sepanjang jalan utama yang berpotensi tumbang akibat angin kencang.
Tidak hanya pohon, seluruh bangunan tegakan seperti papan reklame, bando, baliho, dan sebagainya. Hal ini menjadi tugas dinas terkait untuk melakukan pendataan, monitoring, dan peremajaan untuk menghindari dampak yang tidak diinginkan saat hujan disertai angin kencang datang.
Salah satu kota yang telah mencanangkan program antisipasi banjir adalah Kota Bandung. Program Mapag Hujan di Kota Bandung dimulai pada awal Oktober 2023 dan dilaksanakan dalam satu bulan penuh.
Program ini meliputi pembersihan sungai dan saluran air dari sedimentasi yang dilaksanakan paralel di 30 kecamatan, dengan harapan dapat menjadi solusi pengurangan risiko bencana banjir saat musim hujan.
Musim kemarau diprediksikan akan segera berakhir, hujan bahkan sudah turun di Jabodetabek.
Prediksi BMKG menyatakan bahwa puncak musim hujan masih akan terjadi awal 2024, seiring dengan berakhirnya dampak el Nino.
Masih ada waktu untuk segera melaksanakan program–program antisipasi banjir, langkah cepat dan strategis harus segera diambil jika tidak ingin terjadi bencana banjir di musim hujan yang segera datang.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya