KONTESTASI pemilihan presiden 2024 menjadi semakin menarik setelah ketiga pasangan capres-cawapres resmi mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum.
Ketiganya mengusung visi dan agenda yang akan dilaksanakan di berbagai sektor. Sektor energi selalu menjadi isu strategis mengingat peran pentingnya dalam berbagai aspek kegiatan ekonomi.
Pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar mengusung visi-misi perilaku hemat energi, insentif kebijakan, dan perbaikan data terhadap sasaran subsidi energi.
Pasangan ini menawarkan perencanaan produksi, ekspor energi yang berorientasi kepentingan nasional, kerjasama dengan negara produsen untuk mendapatkan energi murah, diversifikasi energi, termasuk bioenergi, panas bumi, air terjun, angin, hidrogen, tenaga surya, dan inovasi pembiayaan dan teknologi.
Pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud Md merilis visi dan misi Menuju Indonesia Unggul yang menetapkan target porsi energi baru terbarukan (EBT) mencapai 25-30 persen pada 2029.
Ganjar-Mahfud juga mendorong konsep desa mandiri energi dengan memanfaatkan sumber energi lokal berbasis EBT.
Sedangkan salah satu program prioritas Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming adalah mencapai swasembada energi.
Ketahanan energi menjadi narasi yang kerap didiskusikan seiring terjadinya krisis energi global dan melonjaknya harga energi.
Geopolitik dan perubahan iklim yang ekstrem ternyata faktor yang mampu mengganggu sistem energi dan berdampak pada industri energi dan sektor keuangan global.
Perang Israel-Hamas yang saat ini berlangsung berpotensi meningkatkan eskalasi ketegangan geopolitik dan dikhawatirkan memicu kembali krisis energi global.
Krisis energi global tentu juga memengaruhi ekonomi Indonesia. Sebagai negara yang mengimpor minyak mentah, BBM dan LPG, melonjaknya harga minyak mentah menyebabkan kenaikan beban subsidi dan kompensasi pada APBN.
Realisasi anggaran subsidi dan kompensasi energi sepanjang 2022 mencapai Rp 551,2 triliun, hampir tiga kali lipat dari asumsi subsidi dan kompensasi 2022 sebesar Rp 192,7 triliun.
Suatu negara dengan ketahanan energi yang tangguh akan memiliki kemampuan mengatasi berbagai gangguan dan tantangan yang memengaruhi sektor energinya.
Ketahanan energi adalah kondisi terjaminnya ketersediaan energi dan akses masyarakat terhadap energi pada harga terjangkau dalam jangka panjang dan tetap memperhatikan perlindungan terhadap lingkungan hidup, yang diukur menggunakan 4 aspek, yaitu: jaminan ketersediaan (availability), penerimaan masyarakat (acceptability), keterjangkauan (affordability) dan jaminan akses (accessibility).
Dewan Energi Nasional (DEN) menyebutkan bahwa indeks ketahanan energi Indonesia saat ini berada di angka 6,6, yang artinya masuk kategori “aman”. Indonesia belum masuk kategori “sangat tahan” karena masih mengimpor minyak mentah, BBM dan LPG.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya