Siapapun presiden yang terpilih kelak, akan dihadapkan kepada tantangan sektor energi yang cukup kompleks.
Sudah lama terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan dan pasokan komoditas energi, Konsumsi BBM saat ini berada di kisaran 1,4 juta barel per hari, padahal tren lifting minyak turun hingga 660.000 barel per hari.
Defisit supply minyak, BBM dan LPG terus meningkat sehingga memicu naiknya impor dan makin membebani devisa negara.
Bauran energi primer pembangkit listrik di Indonesia masih didominasi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara.
Realisasi bauran energi primer energi baru terbarukan (EBT) sepanjang 2022 sebesar 14,11 persen, padahal target bauran EBT mencapai 23 persen di 2025.
Migas masih memainkan peran kompleks dalam transisi energi. Di satu sisi, migas masih menjadi sumber energi utama untuk memenuhi kebutuhan energi.
Di sisi lain, migas juga menjadi subjek dalam upaya untuk mengurangi emisi karbon dan beralih ke sumber energi bersih dan berkelanjutan.
Di sinilah peran presiden sebagai dirigen yang piawai dalam menata orkestrasi sektor energi: mendukung upaya penambahan cadangan dan peningkatan produksi migas melalui perbaikan fiscal term dan berbagai insentif sekaligus mengawal pembangunan kilang baru pengolahan BBM sehingga mampu mengurangi impor.
Memperkuat peran strategis gas bumi untuk menjembatani transisi dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan. Transisi energi dilaksanakan secara bertahap dengan mempertimbangkan kapasitas, daya saing, biaya, ketersediaan dan keberlanjutan.
Setidaknya terdapat empat prioritas kebijakan sebagai agenda besar sektor energi yang memerlukan komitmen kepemimpinan nasional, yaitu:
Pertama, penyelesaian revisi kebijakan energi nasional (KEN) dan revisi rencana umum energi nasional (RUEN) selaras dengan visi Indonesia Emas yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025-2045 dan target net zero emission (NZE) sekaligus upaya menyeimbangkan tiga faktor strategis: transisi energi, keamanan energi, dan diversifikasi energi.
Kedua, penyelesaian revisi UU Migas dan rancangan UU Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET).
Revisi UU Migas adalah suatu langkah penting untuk mengakomodasi perubahan dinamika industri migas, regulasi yang lebih kondusif dan memastikan pengelolaan sumber daya energi secara efektif dan berkelanjutan.
UU EBET memberikan kepastian dan landasan hukum pengembangan energi terbarukan dan berbagai program pendukungnya, mendorong iklim investasi kondusif, membangun industri hijau, dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Ketiga, inovasi kebijakan yang mampu menarik investasi dan pendanaan di sektor energi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya