Target ambisius adalah tahun 2060 tercipta Net Zero Emission (NZE) 0 persen gas rumah kaca.
Inisiatif untuk mencapai target tersebut antara lain pembangunan sarana pembangkit tenaga surya apung (PLTS) di Bali yang dipresentasikan kepada kepala negara di G20 dengan kapasitas 100 kilowatt peak (kWp).
Terbesar adalah PLTS Terapung Cirata yang terbesar di ASEAN dengan kapasaitas 192 Mega Watt Peak (WMp) yang diresmikan Presiden Joko Widodo pada 9 November 2023.
Progam lain untuk pengendalian adalah melalui kebijakan energi oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang dalam program kerja 2021-2030 secara bertahap mengurangi dan menghentikan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara.
Dalam Indonesia Energy Transition Outlook 2020 kebijakan tersebut akan diberlakukan mulai tahun 2025 sebesar 1 giga watt, 2030 sebesar 9 giga watt, 2040 dengan 10 giga watt, 2045 dengan 24 giga watt dan terakhir 2055 dengan 5 giga watt.
Implikasi kebijakan tersebut dalam penurunan valuasi keuangan PLN yang diestimasikan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral terdampak mencapai 38 miliar dollar AS atau setara Rp 543 triliun.
Sebagaimana amanat dari Paris Agreement adalah penguatan aliansi global dan negara maju untuk membantu negara-negara berkembang dalam transisi energi secara berkadilan terutama untuk meninggalkan energi bebasis batu bara dan menuju energi dengan rendah karbon.
Aliansi yang tergabung dalam International Partners Group (IPG) seperti Inggris, Perancis, Jerman, Amerika Serikat (AS), dan Uni Eropa (UE) yang akan melakukan evaluasi dampak yang akan ditimbulkan akibat adanya proyek transisi energi di Indonesia, yang akan dibiayai melalui skema Just Energy Transition Partnership (JETP).
IPG menjanjikan dana ke Indonesia sebesar senilai 20 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 310 triliun.
Skema pendanaan JETP itu terdiri atas 10 miliar dollar AS yang berasal dari komitmen pendanaan publik, dan 10 miliar dollar AS dari pendanaan swasta dengan koordinator Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ).
Mereka terdiri dari Bank of America, Citi, Deutsche Bank, HSBC, Macquarie, MUFG, dan Standard Chartered.
Meskipun demikian, tampaknya komitmen dari negara-negara maju dan penghasil emisi gas rumah kaca tersebut masih menjadi kendala.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu mengatakan, pendanaan JETP sampai sekarang belum diberikan untuk dimanfaatkan dalam pelaksanaan transisi energi yang adil dan terjangkau.
Di tengah ketidakpastian internasional dalam mendukung program transisi energi di Indonesia, maka peluang untuk memperkuat aliansi perlu dilakukan secara bilateral.
Salah satu opsi yang bisa ditempuh adalah identifikasi mengenai negara-negara yang telah berinvestasi di Indonesia, khususnya dalam bidang energi listrik yang berbahan batu bara untuk menjadi mitra strategis dalam upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya