KOMPAS.com – Lembaga think tank Institute for Essential Services Reform (IESR) memandang, penyusunan peta jalan pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara makin mendorong pengembangan energi terbarukan.
Sejauh ini, pemerintah tengah menggodok peta jalan pemensiunan PLTU batu bara.
Setelah peta jalan ditetapkan, pemerintah perlu mempersiapkan kerangka regulasi yang dapat mendukung penerapan struktur atau skema pembiayaan untuk pemensiunan PLTU batu bara di Indonesia.
Baca juga: Pertama di Dunia, Satelit yang Mampu Pantau Karbon Dioksida PLTU Captive Diluncurkan
Manajer Program Transformasi Energi IESR Deon Arinaldo menuturkan, sudah ada beberapa usulan struktur untuk pemensiunan PLTU.
Salah satu sturkturnya adalah write-off atau penghapusan aset PLTU dari catatan perusahaan karena dinilai tidak ekonomis lagi.
Struktur lainnya adalah spin-off yaitu penjualan aset PLTU ke perusahaan baru untuk mengelola aset tersebut dengan masa operasi lebih singkat.
Menurut Deon, pemerintah perlu membuat beberapa proyek percontohan untuk pengakhiran operasional PLTU yang sedang berjalan seperti PLTU Cirebon.
Baca juga: Partai Politik Belum Bahas Pensiun Dini PLTU Batu Bara
Proyek percontohan tersebut penting sebagai pembuktian konsep dan memberikan kepastian pada PLN maupun produsen listrik swasta atau independent power producers (IPP) sebagai pemilik aset PLTU.
“Selain dari skema atau struktur yang jelas dalam pengakhiran dini operasional PLTU batu bara, diperlukan pula mekanisme untuk bisa mengalokasikan pendanaan yang didapatkan dari pengakhiran dini PLTU tersebut ke pembangkit energi terbarukan,” kata Deon dalam salah satu diskusi panel Enlit Asia, Rabu (15/11/2023).
Akan tetapi, dia menilai regulasi yang ada di Indonesia saat ini belum memungkinkan alokasi pendanaan dari pensiun dini PLTU batu bara ke pembangkit energi terbarukan.
“Sehingga perlu dikaji dan diusulkan perubahannya agar pendanaan energi terbarukan yang biayanya bisa murah bisa sekaligus digunakan untuk memensiunkan aset PLTU,” kata Deon, sebagaimana dilansir siaran pers IESR.
Deon memandang, masih banyak pekerjaan rumah untuk melaksanakan pensiun dini PLTU batu bara.
Baca juga: 2 PLTU di Sumatera Barat Ditutup 2060, Beralih ke EBT
Beberapa pekerjaan rumah seperti memastikan adanya payung legal yang menjelaskan pensiun dini operasional PLTU memang bagian dari kebijakan negara untuk bertransisi energi dan mengurangi emisi.
Pekerjaan rumah lainnya adalah ketersediaan regulasi yang memungkinkan modifikasi perjanjian jual beli listrik (PJBL) dan lainnya.
“Lebih baik lagi jika strategi pada PLTU merupakan bagian dari upaya transisi energi yang ingin mengintegrasikan energi terbarukan dalam skala besar sehingga mengurangi emisi GRK (gas rumah kaca),” tutur Deon.
Jika tujuannya seperti itu, lanjut Deon, maka aset PLTU akan dioptimalkan untuk memastikan energi terbarukan bisa masuk ke bauran listrik dengan cepat dan murah.
“Misalnya, selain menunggu dipensiunkan, PLTU bisa dioperasikan secara fleksibel untuk membantu menjaga kestabilan dan keandalan sistem seiring meningkatnya bauran PLTS dan PLTB yang intermitien,” imbuh Deon.
Baca juga: Pemerintah Masih Godok Peta Jalan Pensiun Dini PLTU Batu Bara
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya