KOMPAS.com - Partai politik yang ada di Indonesia belum membahas pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara dalam isu transisi energi.
Temuan tersebut muncul berdasarkan penelitian terbaru dari Yayasan Indonesia Cerah yang dirilis pada 13 September.
Studi tersebut diberi judul "Rekam Jejak Partai Politik di Isu Iklim dan Transisi Energi: Analisis atas Temuan Media dan Platform Partai" yang diunggah di situs web Yayasan Indonesia Cerah.
Baca juga: 2 PLTU di Sumatera Barat Ditutup 2060, Beralih ke EBT
Penelitian tersebut dilakukan dengan mengumpulkan data pemberitaan dari 10 media massa daring dengan pembaca terbanyak untuk dataset tiga tahun terakhir.
Data yang diambil menyangkut pemberitaan terhadap partai politik yang lolos ambang batas atau parliamentary threshold pada Pemilu 2019.
Berdasarkan hasil studi, belum ada partai politik di Indonesia yang mengemukakan pensiun dini PLTU batu bara dalam lanskap transisi energi.
Selain itu, kebijakan terkait ketenagakerjaan dan tambang batu bara juga belum didiskusikan oleh partai politik.
Baca juga: Pemerintah Masih Godok Peta Jalan Pensiun Dini PLTU Batu Bara
"Belum ada partai politik yang membahas aspek keadilan dalam transisi energi, pembahasan isu ini cenderung masih berada di level teknokratis," tulis tim penyusun dalam studi tersebut.
Di satu sisi, sektor ketenagalistrikan di Indonesia menyumbang sekitar 40 persen dari total emisi karbon.
Indonesia sendiri menargetkan dapat mencapai netralitas karbon atau net zero emission (NZE) pada 2060.
Pada 2022, Indonesia mendapatkan komitmen pendanaan dalam skema Just Energy Transition Partnership (JETP) dan ditargetkan dapat mencapai NZE pada 2050.
Salah satu upaya mencapai NZE dari ketenagalistrikan adalah menerapkan pensiun dini PLTU batu bara.
Baca juga: Teknologi Penangkap Karbon Lebih Mahal daripada Pensiun Dini PLTU Batu Bara
Lembaga think tank Institute for Essential Services Reform (IESR) melakukan kajian dan menyebutkan ada 12 PLTU batu bara yang bisa dipensiunkan lebih dini, antara 2022 hingga 2030.
Kajian tersebut disusun IESR atas kerja sama dengan University of Maryland (UMD) dengan judul "Financing Indonesia’s coal phase-out: A just and accelerated retirement pathway to net-zero".
Berdasar kajian tersebut, 12 PLTU batu bara itu bisa dipensiunkan sedini mungkin antara 2022 hingga 2023.
Pasalnya, ke-12 PLTU batu bara ini masuk kategori low hanging fruits (LHF) karena secara teknis, ekonomi, dan dampak lingkungan, dinilai sangat buruk.
Menurut kajian IESR, beberapa PLTU batu bara itu dipensiunkan dini karena usianya yang menua dan sudah mencapai umur ekonomisnya.
Baca juga: 23,7 Persen Pembangkit Listrik Batu Bara Indonesia adalah PLTU Captive
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya