KOMPAS.com – Emisi gas rumah kaca (GRK) di China diprediksi mulai mengalami penurunan struktural mulai awal tahun depan.
Prediksi disampaikan oleh lembaga Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) yang berbasis di Helsinki, Finlandia, sebagaimana dilansir Reuters, Selasa (14/11/2023).
China merupakan penghasil emisi GRK di dunia. Emisi menjadi penyebab utama pemanasan global dan perubahan iklim.
Baca juga: Emisi Global Diprediksi Hanya Turun 2 Persen 2030, Jauh dari Target
Sebelumnya, China telah berjanji mencapai puncak emisinya sebelum 2030 dan menurun setelah itu.
Akan tetapi, “Negeri Panda” getol membangun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara dalam rencananya.
Rencana tersebut membuat dunia khawatir bahwa puncak emisi GRK dari China menjadi molor daripada yang ditargetkan.
Sikap negara tersebut terhadap bahan bakar fosil diperkirakan akan menjadi isu utama dalam KTT Iklim PBB COP28 di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA) yang dimulai akhir bulan ini.
Baca juga: 2 Kunci Melawan Perubahan Iklim: Restorasi Hutan dan Pangkas Emisi
Pada September, utusan khusus iklim China, Xie Zhenhua, mengatakan kepada para diplomat bahwa penghentian penggunaan bahan bakar fosil tidaklah realistis.
Namun, analis utama CREA, Lauri Myllyvirta, menyampaikan bahwa emisi GRK China dapat mulai mengalami penurunan struktural pada awal tahun 2024.
Meski demikian, diperkirakan terjadi peningkatan emisi GRK sebesar 4,7 persen year-on-year (YoY) pada kuartal ketiga tahun 2023.
Menurunnya emisi GRK China pada tahun depan disebabkan oleh beberapa hal seperti booming-nya instalasi energi terbarukan dan kembali pulihnya pembangkit listrik tenaga air (PLTA).
Baca juga: PLTS Terapung Cirata Pangkas Emisi Karbon 214.000 Ton per Tahun
Selain itu, pemulihan ekonomi China cukup moderat karena tidak bergantung pada investasi infrastruktur.
“Jika kepentingan batu bara gagal menghentikan perluasan kapasitas tenaga angin dan surya China, maka pertumbuhan energi rendah karbon akan cukup untuk menutupi peningkatan permintaan listrik setelah tahun 2024,” tulis Myllyvirta dalam analisis yang diterbitkan oleh Carbon Brief.
“Hal ini akan mendorong penggunaan bahan bakar fosil, dan emisi, ke dalam periode penurunan struktural yang berkepanjangan,” sambungnya.
Baca juga: Serapan Emisi GRK Ditarget Seimbang 2030, Sektor Hutan Butuh Investasi Rp 219,66 Triliun
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya