Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 17/11/2023, 15:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.comTransisi energi bukan sekadar memensiunkan dan menutup pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara lalu beralih ke energi terbarukan. Ada perspektif lebih luas dari itu.

Hal itu disampaikan Manajer Program Ekonomi Hijau Institute for Essential Services Reform (IESR) Wira Agung Swadana dalam Asia-Pacific Climate Week 2023.

Dia menuturkan, pendanaan untuk transisi energi tidak melulu terbatas pada pembangunan infrastruktur, melainkan juga harus mempertimbangkan aspek berkeadilan.

Baca juga: Perkembangan dan Tantangan Transisi Energi Lintas Sektor

“Transisi berkeadilan itu sendiri juga bukan hanya tentang tenaga kerja yang terdampak, tetapi juga mengenai masyarakat luas di sekitar wilayah pertambangan batu bara,” kata Wira dikutip dari situs web IESR, Kamis (16/11/2023).

Dia menuturkan, transformasi menuju ekonomi rendah karbon dan pembiayaan transisi berkeadilan memerlukan kepemimpinan pemerintah.

Pemerintah dapat menangkap peluang pendanaan transisi energi dengan memastikan berjalannya transisi energi berkeadilan dan akuntabilitasnya.

Sebagai contoh, pendanaan transisi energi berkadilan dalam sekma Just Energy Transition Partnership (JETP). Aspek keadilan harus menjadi prioritas dalam setiap kesepakatan pendanaan transisi energi.

Baca juga: Kementerian ESDM Masih Optimalkan Gas Bumi untuk Transisi Energi

Di sisi lain, mengandalkan JETP saja untuk transisi energi berkeadilan tidaklah cukup. Dana JETP dinilai masih sangat minim untuk memenuhi target yang telah ditetapkan.

Selain itu, dari total pendanaan JETP sebesar 20 miliar dollar AS, sebagian besarnya berupa pinjaman.

“IESR adalah bagian dari kelompok kerja teknis dengan Sekretariat JETP. Pendanaan JETP masih banyak berbentuk pinjaman, dan beberapa di antaranya bukan merupakan komitmen baru dari negara-negara donor,” tutur Wira.

Dari total pendaan yang dijanjikan, hanya 1,62 persen dari skema JETP yang berupa hibah untuk transisi yang adil.

Baca juga: Transisi Energi Tingkatkan Produktivitas Ekonomi, Terlambat Bertindak Malah Merugikan

“Masih ada kekurangan dana dan hal ini cukup ironis bagi saya. Bantuan perlu ditingkatkan daripada pinjaman,” tuturnya.

Dia menambahkan, pendanaan transisi energi seharusnya mencakup pendekatan komprehensif.

Pendekatan tersebut termasuk pensiun dini PLTU batu bara, penanganan wilayah penghasil batu bara, peningkatan penggunaan energi terbarukan, dan pengelolaan transisi di lokasi pertambangan.

“Saat ini, Indonesia sedang dalam proses implementasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), menggunakan komitmen domestik dan berupaya untuk menyelaraskannya dengan JETP dan Energy Transition Mechanism (ETM). Pemerintah Indonesia perlu menghadapi berbagai tantangan ada di tingkat domestik, nasional, dan internasional,” imbuh Wira.

Baca juga: Transisi Energi, Menagih Janji Negara Maju dan Memperkuat Aliansi Baru

Di sisi lain Direktur Climate Policy Initiative (CPI) Tiza Mafira mengungkapkan, terdapat beberapa perdebatan di beberapa lembaga keuangan mengenai pembiayaan transisi berkeadilan.

“Apakah pembiayaan transisi berkeadilan merupakan bagian dari pembiayaan transisi energi? Ketika kita membicarakan bagian yang ‘adil’, kita berbicara tentang sejumlah proyek yang penting dalam transisi energi,” jelas Tiza.

“Ini bukan hanya beberapa proyek, tetapi perubahan besar secara menyeluruh dalam ekonomi. Jika tidak dikelola dengan baik, ini akan berdampak pada skala yang besar,” tambahnya.

Baca juga: Capres Terpilih Dirigen Orkestrasi Transisi Energi

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau