KOMPAS.com - Organisasi non-pemerintah Pantau Gambut berpesan, siapapun pemimpin yang terpilih dalam pemilihan umum (pemilu) mendatang harus melindungi dan memulihkan kondisi lahan gambut di Indonesia.
Koordinator Nasional Pantau Gambut Iola Abas di Jakarta mengatakan, ekosistem gambut punya peran yang sangat besar dalam menyimpan karbon.
"Kalau terlepas dengan cara dibakar, dibuka, dan dikeringkan itu bakal memengaruhi banyak hal," kata Iola, sebagaimana dilansir Antara, Selasa (21/11/2023).
Baca juga: 13 Juta Hektare Lahan Gambut Rusak, 190 Kali Luas DKI Jakarta
Dia menambahkan, pemimpin terpilih terutama presiden dan wakil presiden mendatang harus ingat target Nationally Determined Contribution (NDC) dan apa yang akan diupayakan sampai 2030.
"Salah satu upayanya adalah melindungi gambut yang masih tersisa. Kemudian, memulihkan kembali ekosistem gambut yang sudah rusak dengan memperbaiki mekanisme sistem penegakan hukum, permasalahan sertifikasi yang sudah tidak relevan lagi itu juga harus ada intervensi dari mereka yang terpilih nanti," tutur Iola.
Pantau Gambut memandang, kebanyakan visi dan misi yang dipaparkan oleh calon presiden dan wakil presiden masih seputar energi.
Sementara, topik lahan gambut seolah terpinggirkan dari pembicara politik dalam Pemilu 2024.
Baca juga: Riau Provinsi Pertama yang Punya Muatan Lokal Gambut dan Mangrove
Berdasarkan dokumen updated NDC, Indonesia menetapkan target penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 31,89 persen tanpa syarat dengan usaha sendiri dan 43,20 persen bersyarat dengan dukungan internasional pada 2030.
Rincian target updated NDC secara nasional tersebut adalah menurunkan emisi sektor kehutanan sebanyak 17,4 persen, sektor energi sebesar 12,5 persen, sektor limbah 1,4 persen, sektor pertanian 0,3 persen, dan sektor industri sebanyak 0,2 persen.
Iola mengatakan, sekarang yang menjadi anak emas adalah energi. Padahal, target penurunan emisi sektor energi berada di bawah sektor pemanfaatan hutan dan penggunaan lahan atau FOLU.
Hal itu muncul dalam banyak kebijakan, misalnya taksonomi hijau. Sejauh ini lembaga keuangan besar, seperti BNI, BRI, Mandiri, termasuk BCA paling banyak justru membiayai sektor-sektor yang berhubungan dengan FOLU dari mulai bentuk kredit hingga investasi.
Baca juga: Pentingnya Lahan Gambut untuk Mitigasi Perubahan Iklim dan Keanekaragaman Hayati
Dalam berbagai rancangan kebijakan justru yang detail dibahas adalah energi, bukan sektor kehutanan dan lahan.
"Siapapun nanti presiden terpilih coba (dengarkan) suara teman-teman di sini bagaimana kondisi lahan gambut dan apa dampaknya, bagaimana kondisi masyarakat sekitar yang sudah sekian lama berkonflik dengan perusahaan," pesan Iola.
Pada 2015, Bank Dunia menghitung jumlah kerugian yang dialami oleh Indonesia akibat kebakaran hutan dan lahan gambut seluas 2,61 juta hektare adalah senilai Rp 220 triliun.
Kemudian, Indonesia kembali mengalami kerugian sebesar Rp 72 triliun akibat peristiwa kebakaran hutan dan lahan gambut seluas 1,64 juta hektare pada 2019.
Baca juga: Mitigasi Kebakaran Lahan Gambut, BRGM Gelar Sekolah Lapang Petani Gambut
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya