KOMPAS.com – Menurut tim Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), saat ini jumlah lahan gambut yang rusak di Indonesia mencapai 13 juta hektare.
Hal tersebut disampaikan Kepala Kelompok Kerjasama, Hukum, dan Hubungan Masyarakat BRGM Didy Wurjanto, sebagaimana dilansir Antara, Kamis (16/11/2023).
Sebagai informasi, luas wilayah DKI Jakarta menurut situs resminya adalah 662,33 kilometer persegi atau setara 66.233 hektare.
Baca juga: Riau Provinsi Pertama yang Punya Muatan Lokal Gambut dan Mangrove
Jika diperbandingkan, luas lahan gambut yang rusak se-Indonesia melampaui 190 kali luas DKI Jakarta.
Didy menuturkan, luas lahan gambut yang rusak tersebut mencapai 50 persen dari total lahan gambut Indonesia saat ini yaitu 26 juta hektare.
Lahan gambut yang rusak tersebar di tujuh provinsi mulai dari Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Papua, Riau, dan Sumatera Selatan.
Tim lapangan BRGM menemukan, kerusakan lahan gambut di tujuh daerah tersebut yang paling umum disebabkan oleh kebakaran dan aktivitas industrialisasi.
Baca juga: Pentingnya Lahan Gambut untuk Mitigasi Perubahan Iklim dan Keanekaragaman Hayati
Industrialisasi yang dimaksud seperti perluasan perkebunan kelapa sawit yang membuat air di kawasan gambut semakin kering.
Selain itu, beberapa faktor lain yang menyebabkan kerusakan gambut adalah pembukaan lahan budaya ladang berpindah dan perambahan liar oleh kelompok masyarakat.
Akan tetapi, persentase kedua faktor tersebut menurut tim BRGM terhadap kerusakan lahan gambut sangatlah kecil.
Di satu sisi, Didy menilai upaya restorasi gambut belum maksimal karena sebagian besar berada di dalam konsesi perusahaan.
BRGM membutuhkan penguatan melalui pengaturan ulang beberapa regulasi untuk merestorasi lahan gambut tersebut.
Baca juga: Mitigasi Kebakaran Lahan Gambut, BRGM Gelar Sekolah Lapang Petani Gambut
Senada dengan itu, Peneliti Pusat Riset Hukum BRIN Laely Nurhidayah mengungkapkan bahwa ekspansi perkebunan skala besar seringkali menyebabkan kebakaran hutan dan lahan gambut.
Dia memberikan contoh kasus sebagaimana yang terjadi di Desa Lukun dan Desa Temusai, Provinsi Riau, yang dirambah oleh aktivitas perkebunan skala besar.
Pembukaan lahan oleh perusahaan di sana menyebabkan terjadinya perubahan hidrologi air di kesatuan hidrologis gambut (KHG).
Laely menyebutkan, warga desa setempat mengakui ekosistem gambut yang telah mengalami perubahan menimbulkan kekeringan dan rawan terjadi kebakaran.
“Walaupun mungkin di sisi lain mereka menyebutkan bahwa sawit itu menguntungkan bagi mereka secara ekonomi,” tutur Laely.
Baca juga: KLHK: Kebakaran di TPA Rawa Kucing Seperti Kebakaran di Lahan Gambut
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya