Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bernardus Djonoputro
Ketua Majelis Kode Etik, Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP)

Bernardus adalah praktisi pembiayaan infrastruktur dan perencanaan kota. Lulusan ITB jurusan Perencanaan Kota dan Wilayah, dan saat ini menjabat Advisor Senior disalah satu firma konsultan terbesar di dunia. Juga duduk sebagai anggota Advisory Board di Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung ( SAPPK ITB).

Selain itu juga aktif sebagai Vice President EAROPH (Eastern Region Organization for Planning and Human Settlement) lembaga afiliasi PBB bidang perencanaan dan pemukiman, dan Fellow di Salzburg Global, lembaga think-tank globalisasi berbasis di Salzburg Austria. Bernardus adalah Penasehat Bidang Perdagangan di Kedubes New Zealand Trade & Enterprise.

Nol Agenda Urbanisasi Capres-Cawapres 2024

Kompas.com, 25 November 2023, 10:25 WIB

Artikel ini adalah kolom, seluruh isi dan opini merupakan pandangan pribadi penulis dan bukan cerminan sikap redaksi.

Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

TIGA pasangan baik Anies-Muhaimin, Prabowo-Gibran atau Ganjar-Mahfud belum memiliki visi jelas mengenai isu penting yaitu urbanisasi.

Tidak satu pun tim perumus visi-misi para capres-cawapres memaknai secara mendalam dan menyeluruh tentang isu masa depan ini.

Lima hari menjelang jadwal pemilu, agenda lingkungan ketiga pasangan masih sangat normatif. Terutama apabila dikaitkan dengan Agenda Perkotaan Baru atau New Urban Agenda yang diratifikasi Indonesia saat perhelatan Hari Habitat III the United Nations Conference on Housing and Sustainable Urban Development, di Quito, Ecuador, 2016.

Isu sentral planet bumi dalam 30-50 tahun ke depan adalah transformasi tempat kita hidup menjadi semakin urban. Dengan 270 juta penduduk, lebih dari 80 persen penduduk Indonesia akan menjadi penduduk kota.

Kebutuhan air bersih, infrastruktur mobilitas modern, energi, kesempatan kerja, keberlanjutan lumbung pangan, konflik ruang demi investasi,itu hanya sebagian dari isu langung urbanisasi.

Baca juga: Bumi Mendidih, Bagaimana Kota Akan Bertahan? (I)

Ikatan Ahli Perencanaan Kota (IAP) melalui Indonesia Most Livable City Index (MLCI) yang dimulai tahun 2009, melansir ada 54 lebih indikator kelayakhunian sebuah kota.

Mulai dari keamanan, politik, keselamatan, kesehatan, perekonomian, fasilitas, telekomunikasi, hingga energi.

Penilaian itu mengacu kepada persepsi warga yang berada di 52 kota melalui metode pencuplikan acak dengan tingkat toleransi kesalahan (margin of error) sebesar 5 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen-99 persen.

Terbentuknya desa yang semakin menjadi kota, dan semakin masifnya wilayah aglomerasi perkotaan metropolitan menuntut siapa pun pemimpin negeri ini harus mampu menata proses transformasi ini.

Kementerian PUPR melansir, bila percepatan perubahan seperti sekarang, maka dalam 30 tahun ke depan akan tercipta 70 jutaan kelas menengah urban baru.

Perwakilan PBB di Indonesia pada sebuah Seminar international Otorita IKN bersama Ikatan Ahli Perencana Kota Indonesia di Balikpapan baru-baru ini, menekankan bahwa pencapaian target pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) Nasional, banyak berkaitan dengan trasformasi akibat urbanisasi.

Baca juga: Perubahan Iklim Ancam 199 Kabupaten Kota Pesisir Indonesia, 40 Sangat Rentan

Agenda SDGs Nomor 8 misalnya tentang penciptaan pekerjaan yang layak, terkait dengan jaminan akses ke dunia kerja. Demikian pula target SDG 11 untuk mencapai perumahan berkualitas. Maka pencapain target keberlanjutan ini akan senantiasa menjadi tugas presiden terpilih.

Kementerian Agraria danTata Ruang (ATR) menengarai, saat ini 12 juta masyarakat Indonesia masuk sebagai penduduk miskin di perkotaan.

Kegagalan mengelola isu urbanisasi akan membuat metropolitan menjadi sumber ketidakefisienan. Simptom ini sudah nampak jelas berupa ketidaklayakhunian kawasan-kawasan di wilayah luberan (sprawl) seperti cekungan Bandung, Surabaya Raya, sekitaran Denpasar, Makassar, Medan raya, apalagi Jabodetabekpunjur.

Harapannya, kita dapat melihat para capres dan cawapres beradu gagasan lebih mendalam dan punya strategi untuk urbanisasi yang produktif.

Solusi

Kota kita harus layak huni. Indonesia perlu pemimpin yang fasih dan mampu memahami teknokrasi tata kelola produk-produk perencanaan kota dan wilayah, baik di level nasional, provinsi maupun kota dan kabupaten. Agar tidak asal membangun atau sekadar mengamini keterlajuran di lapangan.

Harus ada kemauan politik penguasa untuk fondasi kuat dalam pengendalian perencanaan tata ruang dan pembangunan daerah. Bukan sekedar pencitraan dan dekorasi kota.

Baca juga: 9 Kota Indonesia Alami Hari Terpanas Beruntun Lebih dari 5 Hari

Perlu manifestasi politik yang kuat dalam mensikapi konflik tata ruang, spekulasi berlebihan, terpinggirkannya kegiatan-kegiatan produktif masyarakat kecil, serta ketahanan terhadap degradasi lingkungan global.

Lalu, bagaimana keteladanan dan kepemimpinan para capres dan cawapres untuk memastikan peran dan perilaku masyarakat dan pelaku usaha diberdayakan dalam menciptakan urbanisasi yang produktif?

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Menjaga Bumi Nusantara Melalui Kearifan Lokal
Menjaga Bumi Nusantara Melalui Kearifan Lokal
Pemerintah
Tingkatkan Produktivitas Lahan, IPB Latih Petani Kuasai Teknik Agroforestri
Tingkatkan Produktivitas Lahan, IPB Latih Petani Kuasai Teknik Agroforestri
Pemerintah
Desa Utak Atik di Serangan Bali Hadirkan Inovasi Lampu Nelayan hingga Teknologi Hijau
Desa Utak Atik di Serangan Bali Hadirkan Inovasi Lampu Nelayan hingga Teknologi Hijau
LSM/Figur
Pasca-Siklon Senyar, Ilmuwan Khawatir Populasi Orangutan Tapanuli Makin Terancam
Pasca-Siklon Senyar, Ilmuwan Khawatir Populasi Orangutan Tapanuli Makin Terancam
Pemerintah
Adaptasi Perubahan Iklim, Studi Temukan Beruang Kutub Kembangkan DNA Unik
Adaptasi Perubahan Iklim, Studi Temukan Beruang Kutub Kembangkan DNA Unik
Pemerintah
Permintaan Meningkat Tajam, PBB Peringatkan Potensi Krisis Air
Permintaan Meningkat Tajam, PBB Peringatkan Potensi Krisis Air
Pemerintah
Bibit Siklon Tropis Terpantau, Hujan Lebat Diprediksi Landa Sejumlah Wilayah
Bibit Siklon Tropis Terpantau, Hujan Lebat Diprediksi Landa Sejumlah Wilayah
Pemerintah
Masyarakat Adat Terdampak Ekspansi Sawit, Sulit Jalankan Tradisi hingga Alami Kekerasan
Masyarakat Adat Terdampak Ekspansi Sawit, Sulit Jalankan Tradisi hingga Alami Kekerasan
LSM/Figur
Limbah Cair Sawit dari RI Diterima sebagai Bahan Bakar Pesawat Berkelanjutan
Limbah Cair Sawit dari RI Diterima sebagai Bahan Bakar Pesawat Berkelanjutan
LSM/Figur
BRIN Catat Level Keasaman Laut Paparan Sunda 2 Kali Lebih Cepat
BRIN Catat Level Keasaman Laut Paparan Sunda 2 Kali Lebih Cepat
Pemerintah
Belajar dari Sulawesi Tengah, Membaca Peran Perempuan Ketika Bencana Menguji
Belajar dari Sulawesi Tengah, Membaca Peran Perempuan Ketika Bencana Menguji
LSM/Figur
ILO Dorong Literasi Keuangan Untuk Perkuat UMKM dan Pekerja Informal Indonesia
ILO Dorong Literasi Keuangan Untuk Perkuat UMKM dan Pekerja Informal Indonesia
Pemerintah
ULM dan Unmul Berkolaborasi Berdayakan Warga Desa Penggalaman lewat Program Kosabangsa
ULM dan Unmul Berkolaborasi Berdayakan Warga Desa Penggalaman lewat Program Kosabangsa
Pemerintah
PLTS 1 MW per Desa Bisa Buka Akses Energi Murah, tapi Berpotensi Terganjal Dana
PLTS 1 MW per Desa Bisa Buka Akses Energi Murah, tapi Berpotensi Terganjal Dana
LSM/Figur
Bulu Babi di Spanyol Terancam Punah akibat Penyakit Misterius
Bulu Babi di Spanyol Terancam Punah akibat Penyakit Misterius
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau