Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengertian Penangkap dan Penyimpan Karbon: Cara Kerja serta Pro-Kontranya

Kompas.com, 24 November 2023, 19:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com – Pemerintah Indonesia tengah getol mempromosikan teknologi penangkap karbon alias carbon capture storage (CCS) atau carbon capture and utilization storage (CCUS).

Pada 13 September, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan, Indonesia siap jadi pusat teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon dunia.

Luhut berujar, teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon sebenarnya sudah ada sejak lama. Dia mengeklaim Indonesia mempunyai potensi penyimpanan karbon sebesar 400 gigaton.

Sebenarnya, apa dan bagaimana teknologi penangkap dan penyimpan karbon alias CCS atau CCUS ini?

Baca juga: Teknologi Penangkap Karbon Berpeluang Diterapkan di Industri Berat, Ini Daftarnya

Apa itu penangkap dan penyimpan karbon?

Teknologi penangkap dan penyimpanan karbon adalah metode penyerapan karbon dioksida hasil aktivitas industri atau pembangkit listrik berbahan bakar fosil.

Gas karbon yang dihasilkan dari aktivitas industri dan pembangkit listrik berbahan bakar fosil dicegah lepas ke atmosfer dengan teknologi penangkap.

Setelah gas karbon dioksida ditangkap, lalu dimasukkan jauh ke bawah tanah sehingga tersimpan dan tidak lepas ke atmosfer.

Baca juga: Indonesia-AS Tandatangani 2 Perjanjian Penangkap Karbon di Bumi Pertiwi

Cara kerja penangkap karbon

Ilustrasi teknologi CCS/CCU yang telah dimodifikasi dari Pertamina.Dok. Kementerian ESDM Ilustrasi teknologi CCS/CCU yang telah dimodifikasi dari Pertamina.

Sebagaimana namanya, cara kerja penangkap dan penyimpan karbon adalah menangkap emisi karbon dioksida kemudian disimpan ke dalam tanah.

Emisi karbon dioksida tersebut berasal dari berbagai macam. Biasanya, karbon dioksida yang ditangkap berasal dari industri berat atau pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara.

Dilansir dari web Energy Factor besutan ExxonMobil, penangkap karbon mampu menyerap karbon lalu menyimpannya di dalam tanah sehingga tidak mengudara mencapai atmosfer.

Akan tetapi, prosesnya tidak mudah. Pemisahan molekul seukuran karbon dioksida memerlukan presisi yang luar biasa.

Baca juga: Mahasiswa UGM Ciptakan Alat Penangkap Karbon, Dipantau Real Time

Dilansir dari publikasi berjudul “CCUS untuk Pembangunan Berkelanjutan: Potensi dan Tantangan di Industri Migas Indonesia” yang terbit dalam Prosiding Seminar Nasional Teknik Lingkungan Kebumian Ke-III 2021, ada tiga langkah utama dalam penangkap dan penyimpan karbon.

Pertama, penangkapan dan kompresi karbon oksida di lokasi emisi. Kedua, pengangkutan karbon dioksida ke lokasi penyimpanan. Ketiga, penyimpanan karbon dioksida secara permanen dalam formasi geologi di bawah permukaan.

Selain disimpan, karbon yang ditangkap juga bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi minyak dan gas di sumur-sumur migas yang sudah tua.

Baca juga: Teknologi Penangkap Karbon Lebih Mahal daripada Pensiun Dini PLTU Batu Bara

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
IEA: Dunia Menjadi Lebih Hemat Energi, tetapi Belum Cukup Cepat
IEA: Dunia Menjadi Lebih Hemat Energi, tetapi Belum Cukup Cepat
Pemerintah
Intensifikasi Lahan Tanpa Memperluas Area Tanam Kunci Keberlanjutan Perkebunan Sawit
Intensifikasi Lahan Tanpa Memperluas Area Tanam Kunci Keberlanjutan Perkebunan Sawit
Swasta
Industri Penerbangan Asia Pasifik Siap Penuhi Target 5 Persen Avtur Berkelanjutan
Industri Penerbangan Asia Pasifik Siap Penuhi Target 5 Persen Avtur Berkelanjutan
Pemerintah
Indonesia Ingin Bangun PLTN, tapi Geopolitik Jadi Pertimbangan Utama
Indonesia Ingin Bangun PLTN, tapi Geopolitik Jadi Pertimbangan Utama
Pemerintah
Cerita dari Pulau Obi: Reklamasi Tambang Tak Sekadar Menanam Ulang
Cerita dari Pulau Obi: Reklamasi Tambang Tak Sekadar Menanam Ulang
Swasta
Momen Haru, Orangutan Artemis dan Gieke Kembali ke Hutan Setelah Rehabilitasi
Momen Haru, Orangutan Artemis dan Gieke Kembali ke Hutan Setelah Rehabilitasi
Pemerintah
Survei Deloitte: Eksekutif Terus Berinvestasi dalam Keberlanjutan
Survei Deloitte: Eksekutif Terus Berinvestasi dalam Keberlanjutan
Swasta
Arktik Terdalam Memanas, Krisis Iklim Meluas
Arktik Terdalam Memanas, Krisis Iklim Meluas
Pemerintah
IESR: RI Belum Siap Transisi Energi karena Lembaga Pembayaran Gelontorkan Dana ke Energi Fosil
IESR: RI Belum Siap Transisi Energi karena Lembaga Pembayaran Gelontorkan Dana ke Energi Fosil
LSM/Figur
BMKG Perkirakan Hujan Terjadi di Sejumlah Daerah hingga 27 November
BMKG Perkirakan Hujan Terjadi di Sejumlah Daerah hingga 27 November
Pemerintah
Ancaman Pengasaman Laut di Perairan Paparan Sunda
Ancaman Pengasaman Laut di Perairan Paparan Sunda
Pemerintah
Perubahan Iklim Berisiko Tingkatkan Penyakit Pernapasan hingga Gangguan Mental
Perubahan Iklim Berisiko Tingkatkan Penyakit Pernapasan hingga Gangguan Mental
LSM/Figur
Bentrok dengan Komitmen Iklim, Reklamasi Surabaya Ancam 900 Hektar Mangrove
Bentrok dengan Komitmen Iklim, Reklamasi Surabaya Ancam 900 Hektar Mangrove
LSM/Figur
Satu Dekade RI Gagal Capai Target Bauran Energi Terbarukan, Penasihat Presiden: Memang Kita Negara Berkembang
Satu Dekade RI Gagal Capai Target Bauran Energi Terbarukan, Penasihat Presiden: Memang Kita Negara Berkembang
LSM/Figur
Pemerintah Dinilai Tidak Kompak Dorong Energi Terbarukan
Pemerintah Dinilai Tidak Kompak Dorong Energi Terbarukan
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau