PADA 2020, Survei Ekonomi Nasional (Susenas) mencatat ada 28,05 juta penyandang disabilitas. Jumlah ini setara 10,38 persen populasi nasional.
Dengan 1 dari 10 penduduk merupakan difabel, Indonesia memiliki prevalensi disabilitas tertinggi di Asia Tenggara menurut UNESCAP. Meski demikian, banyak tantangan masih menyelimuti aksesibilitas masyarakat difabel.
Dalam sektor layanan kesehatan, data Susenas 2020 mendapati hanya 73,2 persen penyandang disabilitas yang memiliki jaminan kesehatan, meskipun cakupan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sudah mencapai 81,3 persen dari total penduduk pada saat itu.
Layanan dan alat bantu kesehatan menjadi kebutuhan penting bagi banyak penyandang disabilitas. Oleh karena itu, sulitnya akses membuat penduduk difabel rentan terhadap penurunan kualitas kesehatan (WHO, 2022).
Isu aksesibilitas juga merambah ke sektor pendidikan. Pada 2021, Bank Dunia menemukan hampir 30 persen anak difabel di Indonesia tidak memiliki akses pendidikan.
Dari 2,2 juta anak penyandang disabilitas, sebanyak 660.000 di antaranya belum dapat mengenyam pendidikan.
UNICEF menemukan ada kesenjangan dalam partisipasi sekolah dasar pada anak difabel, yakni 13,5 persen lebih rendah dibandingkan partisipasi anak tanpa disabilitas yang mencapai 97,9 persen.
Hanya 3 dari 10 anak difabel yang pada akhirnya berhasil menyelesaikan pendidikan hingga tingkat SMA/sederajat.
Situasi ini menjadi salah satu pemicu tingginya tingkat pengangguran di kalangan penyandang disabilitas.
Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2020 mencatat hanya 9 persen dari 8 juta angkatan kerja penyandang disabilitas yang terserap sebagai tenaga kerja.
Oleh karena itu, pada 3 Desember, Hari Disabilitas Internasional memberikan kesempatan untuk merefleksikan pentingnya pembangunan ekonomi inklusif dalam mengatasi tantangan-tantangan aksesibilitas tersebut.
Tahun ini, Hari Disabilitas Internasional mengangkat tema persatuan dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan bersama dan untuk penyandang disabilitas.
Ada banyak langkah untuk mewujudkan inklusivitas tersebut. Salah satunya, pada Desember 2022, Kementerian Sosial telah meluncurkan program bantuan makanan bagi penyandang disabilitas dengan anggaran senilai Rp 55 miliar.
Mulai Juli 2023, program tersebut kembali dilanjutkan hingga akhir tahun dengan nilai anggaran mencapai Rp 1,2 triliun.
Langkah ini tak hanya meningkatkan akses kesejahteraan, namun juga menciptakan nilai kepedulian sosial di masyarakat, seperti disampaikan Sekretaris Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial, Salahuddin Yahya, dikutip dari Harian Kompas (23/6/2023).
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya