Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 10/12/2023, 15:12 WIB
Laksono Hari Wiwoho,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

DENPASAR, KOMPAS.com - Tiga anak muda berpakaian seragam tampak bersenda gurau di sekitar meja bundar kecil. Duduk ditemani tingkah burung berkicau dan suara gemericik air, mereka terlihat menikmati kebersamaan itu. Angin sepoi-sepoi dan rindangnya pepohonan mengusir terik siang itu, membuat mereka nyaman berbincang berlama-lama.

Ini bukan pemandangan di sebuah taman, melainkan suasana di area Living World Denpasar. Pusat perbelanjaan di Bali ini baru berumur sembilan bulan pada akhir 2023.

Baca juga: Siap Darling, Yang Muda Yang Peduli Lingkungan

Kehadirannya menjadi daya tarik baru Pulau Dewata. Selain sebagai mal terbesar di Bali, desain arsitektur dan suasana alami di tempat ini menjadi pemikat tersendiri bagi pengunjung.

"Di Bali belum ada mal yang berkonsep alami seperti di sini. Desainnya juga sangat mencerminkan kesenian tradisional Bali," kata Dewa Wiguna, salah satu pengunjung Living World Denpasar.

Area amphitheater di Living World Denpasar, Bali.KOMPAS.com/LAKSONO HARI WIWOHO Area amphitheater di Living World Denpasar, Bali.
Lestari bumi

Berdiri di atas lahan seluas 120.000 meter persegi, Living World Denpasar dibangun dengan menyesuaikan kondisi alam di sekitarnya. Sisi timurnya berbatasan langsung dengan Sungai Oongan.

Sempadan sungai ditata sedemikian rupa sehingga bukan lagi menjadi halaman belakang, tetapi sebagai ruang aktivitas dengan pemandangan riverside yang asri.

Kondisi lahan yang berkontur di tepi sungai juga dimanfaatkan menjadi area amphitheater. Panggung terbuka dengan tempat duduk berundak tersebut dapat menampung 800 orang.

Baca juga: Orang Indonesia Rela Bayar Lebih untuk Produk Ramah Lingkungan

"Di area amphitheater, kami menempatkan kolam retensi untuk menampung limbah air dan kami gunakan kembali, misalnya untuk menyirami tanaman," kata Direktur Living World Jannywati.

Janny mengatakan, Living World Denpasar dirancang sebagai mal ramah lingkungan. Untuk efisiensi energi, misalnya, Living World menggunakan sumber daya energi terbarukan berupa panel surya pada atap mal, yang dapat memproduksi listrik hingga 504 kilowatt peak (kWp).

Sistem pendingin ruangannya menggunakan teknologi energy saving yang dapat memangkas konsumsi listrik hingga 1.200 Megawatt setahun. Di bagian atas mal juga ada skylight berupa jendela kaca agar cahaya matahari dapat menerobos dan menerangi bagian dalam gedung.

Berkat penerapan teknologi ramah lingkungan ini, Living World Denpasar mendapat ganjaran sebagai Best Retail Development di ajang PropertyGuru Indonesia Property Awards ke-9 pada September 2023.

Area Nusantara Market di Living World Bali.KOMPAS.com/LAKSONO HARI WIWOHO Area Nusantara Market di Living World Bali.
Kearifan lokal

Selain konsep arsitektur yang melestarikan alam sekitar, Living World Denpasar juga dirancang dengan memperhatikan kearifan lokal.

Pilar-pilar bangunannya tidak dibiarkan tampil polos, tetapi dibalut warna kayu atau diselimuti ornamen anyaman rotan. Pengunjung juga dapat melihat aneka lukisan mural di dinding masuk toilet yang menggambarkan budaya Bali.

Living World Denpasar bekerja sama dengan sanggar tari setempat untuk menampilkan beragam tontonan budaya Nusantara di amphitheater.

Setiap hari ada pertunjukan seni dan budaya di panggung berundak ini, antara lain tarian kecak yang disajikan saban Jumat.

Baca juga: Kondisi Bumi Makin Mengkhawatirkan, Pemimpin Indonesia Harus Pro-Lingkungan

"Kami juga ingin memasang art installation karya seniman-seniman Bali. Kebetulan saat ini kami bekerja sama dengan Bali Zoo dengan memajang patung-patung orangutan untuk menjaga kelestarian orangutan," kata Janny.

Kontribusi terhadap budaya lokal juga ditunjukkan melalui penjualan produk-produk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Produk UMKM ini antara lain dapat ditemui di Nusantara Market, yakni area khusus yang menyuguhkan beragam kuliner khas Tanah Air.

Ada juga di Pendopo, ruang pasar bagi produk-produk UMKM di sektor busana, kerajinan tangan, dan produk olahan makanan.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com