JAKARTA, KOMPAS.com - "Semua bisa ikut ambil peran dalam adaptasi dan mitigasi krisis iklim. Termasuk anak muda".
Demikian Praktisi Komunikasi dan Pelibatan Publik pada Isu-isu Kelestarian Juris Bramantyo, saat menjadi pembicara dalam Lokakarya Isu Lingkungan, yang digelar Djarum Foundation, di Kudus, Kamis (30/11/2023).
"Hal ini karena krisis iklim menimbulkan dampak sangat besar, meluas, dengan intensitas tinggi. Dalam kasus Indonesia, krisis iklim membawa bencana alam terutama hidrometeorologi yang terus meningkat dari tahun ke tahun," ujar Juris.
Banjir adalah contoh dampak dari krisis iklim yang terus terjadi, tidak saja di Jakarta, juga di kota-kota lainnya. Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), banjir merupakan bencana yang paling banyak terjadi sepanjang 2023 dengan angka 852 peristiwa.
Selain itu, krisis iklim juga berdampak pada kepunahan satwa, seperti harimau, badak, orangutan, serangga, bahkan tanaman herba dan obat.
Baca juga: Krisis Iklim Timbulkan Ancaman Kesehatan Ekstrem Bagi Ibu Hamil dan Anak
Dampak besar lain yang ditimbulkan krisis iklim adalah kerugian ekonomi yang terjadi di semua level individu, terutama kelompok rentan, dan kerugian negara yang APBN-nya makin membengkak untuk alokasi adaptasi, mitigasi, dan dampak krisis iklim.
Sementara di sisi lain, perlunya anak muda terlibat dan berperan dalam meminimalisasi dampak krisis iklim adalah karena masa depan Indonesia ada di tangan mereka.
Betapa tidak, generasi mudalah yang akan menentukan arah penanganan dan kebijakan iklim di masa mendatang. Selain itu, populasi anak muda juga menguasai jumlah kependudukan Indonesia
Hasil Sensus Penduduk 2020 menunjukkan, Generasi Z yang lahir dalam rentang 1997-2012 mendominasi penduduk Indonesia dengan angka 74,93 juta atau 27,94 persen.
Selanjutnya Generasi Milenial (lahir pada 1981-1996) sebanyak 69,38 juta atau 25,87 persen, dan Generasi X (kelahiran 1965-1980) sebanyak 58,65 juta atau 21,88 persen.
Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya untuk meminimalisasi dampak dari terjadinya krisis iklim, seraya mengimplementasikan inisiatif pelestarian lingkungan.
Perubahan gaya hidup
Lingkungan (green), menurut Team Leader Forest Campaigner Greenpeace Arie Rompas, sudah menjadi isu bagi anak muda termasuk dalam mendorong perubahan gaya hidup (lifestyle) mereka untuk berperilaku ramah lingkungan.
"Mereka memiliki kemudahan untuk mengkases teknologi digital berbasis web dan apps sehingga banyak kalangan aktivis lingkungan menggunakan peluang ini untuk membangun kesadaran lingkungan yang lebih luas," cetus Arie kepada Kompas.com, Jumat (1/12/2023).
Semakin masifnya pengunaan platform digital ini karena sejalan dengan perkembangan teknologi dan platform ini digunakan untuk menggalang dukungan publik.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya