Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa mengatakan, di dalam IETO mencatat tidak terdapat kenaikan yang signifikan untuk kapasitas energi terbarukan dan kontribusi pada bauran energi terbarukan.
Pemanfaatan energi terbarukan hanya mencapai 1 gigawatt (GW) pada 2023 dari target RUPTL 2021-2030 yang menetapkan 3,4 GW pada periode yang sama.
Baca juga: Bukan Hanya Ketenagalistrikan, Transisi Energi Perlu Dilakukan Menyeluruh
Fabby menjelaskan, agar transisi energi berjalan cepat, perlu adanya kesamaan visi transisi energi yang hemat biaya atau cost effective oleh presiden dan pembuat kebijakan kunci di Indonesia.
Kesamaan visi akan menentukan keberlanjutan komitmen politik dan peta jalan yang optimal.
Selain itu, dia juga menyoroti lambatnya transisi energi di Indonesia yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti lemahnya kepemimpinan politik, kurangnya kapasitas aktor, dan beban kebijakan masa lalu.
Untuk itu, dia menekankan perlunya kebijakan yang sudah dipastikan akan memberikan manfaat sosial ekonomi menyeluruh, terlepas dari perubahan yang mungkin terjadi, dan reformasi anggaran publik dan reformasi PLN untuk mempercepat proses transisi energi.
Baca juga: Generasi Muda Berperan Penting dalam Transisi Energi di Indonesia
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya