KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana mengatakan, harga keekonomian energi baru terbarukan (EBT) sudah semakin terjangkau.
Dia menambahkan, harga listrik dari EBT juga sudah hampir mendekati harga listrik dari energi fosil, bahkan ada yang lebih efisien.
Dengan perkembangan tersebut, pemerintah punya alasan kuat untuk menjadikan EBT sebagai sumber energi.
Baca juga: Bauran EBT Baru Capai 25 Persen pada 2050
Salah satu penyebab semakin murahnya harga listrik dati EBT adalah kemajuan teknologi, khususnya pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB).
Kemajuan teknologi tersebut memungkinkan efisiensi yang lebih tinggi, sehingga menurunkan biaya produksi listrik.
Dadan mencontohkan, keekonomian PLTB Sidrap dan PLTB Jeneponto 10,9 sen dollar AS (Rp 1.549) per kilowatt jam (kWh).
"Sekarang, sudah ada kontrak baru PLTB di Kalimantan Selatan awal tahun 2023 ini, kapasitanya sama kira-kira 75 megawatt (MW)," ucap Dadan dikutip dari siaran pers Kementerian ESDM, Minggu (17/12/2023).
Baca juga: Kebijakan Kurang Memadai Hambat Investor Kembangkan EBT di Indonesia
"Jika dibandingkan dengan harga enam sampai tujuha tahun lalu, sekarang angkanya adalah di bawah 6 sen dollar AS per [Rp 929] kWh," sambungnya.
Dadan juga mengomparasikan harga pembangkit EBT dengan harga listrik dari pembangkit berbasis energi fosil, seperti pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara.
Dia mencontohkan, harga listrik dari PLTS Terapung Cirata di bawah 6 sen dollar AS per kWh
Hal ini menunjukkan bahwa pembangkit listrik dari EBT bisa lebih kompetitif.
"Kalau ingin sederhana hitung saja, misal produksi listrik dari batubara satu kWh itu perlu sekitar 0,7 sampai 0,8 kilogram batu bara," ucap Dadan.
Baca juga: Bendungan di Indonesia Didorong untuk Dikembangan EBT
"Jadi, komponen bahan bakarnya itu bisa langsung dihitung di situ. Yang per sekarang angkanya harus lebih mahal dari yang tadi. Ya apakah EBT ini kompetitif? sekarang sudah tendensinya ke situ," lanjutnya.
Dengan Harga batu bara acuan (HBA) berkisar antara 125-130 dollar AS per ton, maka harga listrik dari EBT sudah dapat bersaing dengan harga listrik berbasis fosil.
"Dengan HBA saat ini berkisar di angka sekitar 130 dollar AS per ton ini sudah bersaing. Jadi, EBT ini sekarang sudah masuk skala keekonomian," papar Dadan.
"Kita head to head saja dengan fosil sudah bisa. Jadi narasi yang ingin saya bangun itu adalah sekarang tidak ada alasan lagi untuk tidak memakai EBT," pungkas Dadan.
Baca juga: Menteri ESDM Ungkap 4 Kendala Pemanfaatan Sumber EBT
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya