Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 25/12/2023, 13:19 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

Kedua, hujan lokal dengan intensitas tinggi memiliki lebih banyak uap air saat udara lebih panas. Sehingga, badai besar menghasilkan lebih banyak hujan, menyebabkan banjir dan tanah longsor. Saat udara panas, kemungkinan kebakaran hutan juga naik karena kekeringan.

Ketiga, dengan proyeksi terus meningkatnya suhu udara, fenomena ini akan terus berlanjut. Oleh karena itu, kemungkinan besar akan ada frekuensi dan intensitas hujan ekstrem yang lebih tinggi di masa depan, meskipun tidak dapat diprediksi;

Saat atmosfer menyerap lebih banyak kelembaban, ia membuang lebih banyak presipitasi selama badai. Para ilmuwan memprediksikan peningkatan sekitar 7 persen pada intensitas presipitasi, atau proses di mana air hujan turun ke bumi, selama badai ekstrem untuk pemanasan setiap 1° Celcius

Peningkatan intensitas hujan dapat diprediksikan sekitar 10 persen mengingat tingkat pemanasan saat ini. 

Selanjutnya deforestasi dan tingkat urbanisasi yang relatif tinggi telah mengubah lanskap seiring waktu, meningkatkan jumlah orang dan aset yang terpapar banjir, dan mengurangi drainase air hujan.

Sebaliknya, dalam analisis suhu global selama 12 bulan terakhir (1 November 2022 hingga 31 Oktober 2023) di 175 negara, pusat studi Climate Central menemukan indikasi kuat peningkatan suhu rata-rata global.

Menurut Climate Central, suhu rata-rata global 12 bulan terakhir (1 November 2022 hingga 31 Oktober 2023) mencapai rekor tertinggi dalam sejarah pencatatan manusia.

Baca juga: Dukung Mitigasi Perubahan Iklim, Pemerintah Perkuat Ekosistem Karbon Biru

Perkiraan suhu sekitar 1,32°C di atas ambang batas pra-industri (1850-1900), suhu ini lebih tinggi dari periode 12 bulan terpanas sebelumnya, yang mencapai 1,29°C di atas ambang batas, diukur dari bulan Oktober 2015 hingga bulan September 2016.

Climate Central juga menyebut, tren pemanasan global terus berlanjut dan diduga semakin dipercepat, akibat peningkatan emisi gas rumah kaca akibat aktivitas manusia.

Walaupun El Niño Southern Oscillation (ENSO) memengaruhi suhu global, namun tidak berdampak pada rekor suhu rata-rata global pada tahun ini.

Kendati demikian, ENSO diperkirakan akan berdampak pada suhu global tahun depan, pada angka 1,4°C lebih tinggi di atas ambang batas pra-industri.

Apa pengaruhnya bagi penduduk dunia?

Selama 12 bulan terakhir (November 2022-2023), 90 persen dari populasi dunia yang berjumlah 7,3 miliar orang, setidaknya mengalami peningkatan suhu yang dipengaruhi oleh perubahan iklim selama 10 hari, seperti yang ditunjukkan oleh Climate Shift Index (CSI).

Merujuk pada aktivitas manusia yang menghasilkan emisi gas rumah kaca melalui pembakaran bahan bakar fosil, seperti batu bara, minyak, dan gas alam.

Baca juga: Kesepakatan COP28 Dinilai Kurang Ambisius Cegah Krisis Iklim

Skala ini mengukur dampak perubahan iklim yang diakibatkan oleh manusia terhadap suhu harian di tingkat lokal.

Nilai positif pada CSI berkorelasi dengan suhu yang lebih panas akibat perubahan iklim, sedangkan nilai negatif berkorelasi dengan kemungkinan terjadinya suhu yang lebih dingin iklim akibat aktivitas manusia.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com