Indonesia mampu mencukupi kebutuhan listriknya secara mandiri. Hal ini terungkap dalam riset terbaru kami yang berjudul "100% Renewable Electricity in Indonesia".
Dari hasil analisis 10 tahun data radiasi matahari per jam dibandingkan dengan pola konsumsi listrik, ternyata 100 persen listrik energi terbarukan sangat mungkin di Indonesia.
Lebih jauh lagi, studi kami menemukan interkoneksi Indonesia supergrid tidak terlalu penting, mengingat radiasi matahari yang merata dari Sabang hingga Merauke.
Jika seluruh Indonesia disambungkan menjadi supergrid, interkoneksi menggunakan kabel bawah laut malah menambah biaya produksi listrik.
Dengan memensiunkan PLTU, Indonesia akan butuh solar PV berkapasitas total 3600 GW. Solar PV sebesar ini akan membutuhkan lahan sekitar 18.000 kilometer persegi (0,2 persen luas wilayah Indonesia).
Untuk pasokan listrik 24 jam dibutuhkan dukungan penyimpanan energi berupa pumped hydro storage 1000-1100 GW (10 jam).
Menariknya, meskipun 100 persen energi terbarukan, biaya produksi listriknya tidak lebih mahal dari biaya produksi listrik rata-rata di Indonesia saat ini (9,5 cent dollar AS).
Ini dapat dimaknai, meskipun produksi listrik menggunakan energi ramah lingkungan, tidak perlu risau dengan kenaikan tarif.
Sebagai kesimpulan, saya sangat yakin Indonesia mampu merealisasikan komitmen net zero carbon emissions pada 2060 nanti, asalkan dipersiapkan mulai dari sekarang.
Pemerintah perlu mengakselerasi elektrifikasi di berbagai bidang, termasuk penyiapan industri energi terbarukan seperti pabrik solar panel.
Selain itu, sumber daya manusia, para tenaga ahli, dan terampil perlu disiapkan untuk mengelolanya. Salam 100 persen Listrik Energi Terbarukan!"
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya