Ketika menilai signifikansi dampak, ukurannya adalah tingkat keparahan (severity) dan kemungkin terjadi (likelihood) untuk dampak negatif; skala (scale), ruang lingkup (scope) serta kemungkinan terjadi (likelihood) untuk dampak positif.
Setelah tersusun ranking-nya, proses berlanjut dengan memprioritaskan dampak-dampak yang paling signifikan alias topik material yang perlu disetujui oleh manajemen puncak, berikut dengan langkah-langkah pengelolaannya.
Keseluruhan proses ini sebenarnya mirip dengan manajemen risiko, yang sudah dipraktikkan oleh banyak organisasi.
Sehingga melihat garis besar prosesnya, hal-hal tersebut tentu tidak terjadi pada saat akan membuat laporan keberlanjutan, melainkan pada waktu menyusun & melaksanakan strategi keberlanjutan.
Pada akhir tahun, laporan keberlanjutan seharusnya hanyalah cerminan dari strategi dan inisiatif keberlanjutan yang telah ditempuh oleh organisasi.
Manfaat bagi publik akan makin besar jika perkembangan inisiatif keberlanjutan organisasi disampaikan tidak hanya setahun sekali lewat laporan keberlanjutan, namun regular setiap bulan atau beberapa bulan sekali melalui berbagai platform seperti website, media sosial, media massa, atau pertemuan regular dengan berbagai kelompok pemangku kepentingan.
Artinya komunikasi strategis keberlanjutan berjalan paralel dengan inisiatif keberlanjutan (Kurniawan, 2023), sehingga terdapat sinkronisasi pemahaman tentang inisiatif keberlanjutan antara organisasi dan para pemangku kepentingan.
Sebagai simulasi, seandainya beberapa smelter nikel hasil investasi dari China telah mengidentifikasi bahwa dampak-dampak negatif kegiatannya adalah kecelakaan kerja, kecemburuan sosial antara pekerja lokal dan asing, lunturnya budaya lokal, pencemaran udara, deforestasi, dan pencemaran air.
Sedangkan dampak-dampak positifnya adalah penciptaan lapangan kerja, pengurangan kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, peningkatan kualitas hidup dan peningkatan pendidikan masyarakat setempat.
Maka identifikasi & penilaian signifikansi dampak-dampak tersebut harus dikonfirmasikan dengan para pemangku kepentingan terkait dan ahli, agar terjadi kesesuaian persepsi.
Jika sudah dicapai, kelanjutannya adalah menentukan prioritas dampak yang paling signifikan (topik material), langkah-langkah pengelolaan dan implementasinya.
Anggaplah tiga topik material dari dampak negatif, yakni kecelakaan kerja, kecemburuan sosial dan pencemaran udara, serta tiga topik material dari dampak positif, yakni penciptaan lapangan kerja, pengurangan kemiskinan, dan pertumbuhan ekonomi kabupaten setempat, telah disepakati dan disetujui manajemen puncak.
Rencana pengelolaan topik material tersebut beserta implementasi-nya juga harus diinformasikan lagi ke para pemangku kepentingan. Contohnya perbaikan kualitas peralatan perusahaan & prosedur terkait keselamatan kerja, peningkatan paket kesejahteraan karyawan lokal, dan meminimalisasi pencemaran udara melalui penggunaan teknologi tertentu adalah langkah-langkah untuk menangani topik material dari dampak negatif.
Sedangkan penanganan topik material dari dampak positif, misalnya, rekrutmen & peningkatan kapasitas pekerja lokal, program tanggung jawab sosial perusahaan untuk peningkatan ekonomi masyarakat setempat dan nilai tambah barang yang dihasilkan terus dilanjutkan.
Tujuan akhir dari semua tahapan pengelolaan dampak yang harus dilakukan tersebut tidak lain adalah keberlanjutan dari sisi bisnis, ekonomi, lingkungan dan sosial.
Singkatnya, jika kita memandang dampak itu penting, maka kelolalah. Dengan begitu, keberlanjutan bukan hanya suatu istilah yang keren saja, tapi benar-benar menjejak kebumi.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya