KOMPAS.com - Peran kecerdadan buatan atau artificial intelligence (AI) semakin hari semakin besar. Banyak industri dan perusahaan mulai bergerak untuk menggunakan AI.
Selain itu, AI juga memiliki peran penting dalam upaya melawan perubahan iklim.
AI dapat digunakan untuk berbagai hal mulai dari mendeteksi polusi hingga kebakaran hutan.
Banyak perusahaan juga menyadari, AI dapat membantu menerjemahkan sejumlah besar data terkait iklim dengan lebih cepat dan efisien.
Dilansir dari NPR, berikut empat contoh peran AI dalam membantu upaya melawn perubahan iklim.
Baca juga: AI Bantu Ilmuwan Pahami Kecepatan Mutasi Covid-19
Metana adalah salah satu gas rumah kaca (GRK) penyebab pemanasan global terbesar kedua setelah karbon dioksida.
Metana dilepaskan dari sektor energi, pertanian, dan sampah organik di tempat pembuangan sampah.
Kini, sejumlah peneliti dan perusahaan menggunakan AI untuk menafsirkan citra satelit dalam jumlah besar guna melacak emisi metana global setiap hari.
Kayrros, sebuah perusahaan analisis iklim, memulai proyek AI dari citra satelit guna menelusuri asal metana.
Antoine Halff, salah satu pendiri dan kepala analis di Kayrros, mengatakan pengaruh metana sangat besar terhadap perubahan iklim. Namun, tidak ada satu pun yang mengetahui seara pasti dari mana saja sumbernya.
Ketika Kayrros dimulai pada 2016, Halff menyampaikan dunia hanya mengetahui sedikit kejadian kebocoran metana dalam jumlah besar dan pelepasan lainnya.
Kini, timnya dapat mendeteksi puluhan sumber metana setiap minggunya dan ribuan sumber metana setiap tahunnya.
Halff menuturkan, AI benar-benar mengungkap hal-hal yang tidak dapat diketahui mengenai metana.
Data dari AI yang diperoleh Kayrros bahkan digunakan oleh PBB untuk memverifikasi keakuratan laporan perusahaan mengenai emisi metana.
Baca juga: AI Janjikan Obat yang Lebih Murah, Cepat, dan Baik di Industri Farmasi
Perubahan iklim menyebabkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menjadi lebih sering dan hebat.
Selain melalap pepohonan, karhutla juga berkontribusi terhadap meningkatnya polusi yang menyebabkan pemanasan global.
Sebuah startup yang berbasis di Berlin, Jerman, yaitu Dryad menggunakan AI dengan sensor di hutan untuk menemukan titik api kecil sebelum menyebar menjadi kebakaran besar.
Carsten Brinkschulte, CEO Dryad, menggunakan AI untuk melatih sensor guna mendeteksi gas spesifik yang dilepaskan saat bahan organik terbakar.
Sensor ini dapat mendeteksi api pada tahap awal, saat api masih mudah atau relatif mudah untuk dipadamkan.
Baca juga: AI Menjadi Suntikan Energi Bagi Penelitian Medis di Indonesia
Salah satu cara untuk menyetop kebakaran besar adalah dengan melakukan "pembakaran terkendali" di luar area wilayah yang terbakar.
"Pembakaran terkendali" yang dimaksud adalah dengan menghanguskan sedikit semak dan tumbuhan sehingga bisa memutus merembetnya karhutla ke wilayah yang lenih luas.
Untuk melakukan "pembakaran terkendali" petugas pemadam biasanya diterjunkan ke area yang ditentukan untuk melakukannya.
Namun untuk melakukan pekerjaannya dengan aman, tim pemadam kebakaran memerlukan banyak informasi untuk mengetahui bagaimana perilaku api agar tidak lepas kendali.
Mereka perlu mengetahui beberapa faktor seperti kondisi angin, kelembapan, vegetasi, dan lain-lain.
Yolanda Gil, direktur inisiatif AI strategis dan ilmu data di Institut Ilmu Informasi di Universitas Southern Californi mengatakan, AI berperan penting untuk menjadi asisten cerdas.
AI dapat mengakses kumpulan data yang sangat besar dan model yang kompleks seperti informasi tentang topografi, vegetasi, pola cuaca dan merekomendasikan model potensi kebakaran.
Sehingga, data yang diperoleh AI tersebut dapat menjadi acuan bagi tim pemadam kebakaran untuk bergerak.
Baca juga: Songsong Era Digital dengan Manfaatkan AI, SoftwareONE Tech Day Digelar
Berbagai teknologi ramah lingkungan sekalipun seperti pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan kendaraan listrik tetap membutuhkan mineral sebagai bahan bakunya. Contoh mineral tersebut adalah kobalt, litium, dan tembaga.
Akan tetapi, pasokan mineral yang ada saat ini tidak cukup untuk memenuhi permintaan yang terus meningkat.
Pada 2030, perkiraan permintaan litium akan lima kali lipat dari pasokan global saat ini, menurut Badan Energi Internasional.
Kini pemerintah, peneliti, dan perusahaan menggunakan AI untuk mengeksplorasi mineral penting.
Colin Williams, koordinator program sumber daya mineral untuk Survei Geologi AS menyampaikan, timnya menggunakan AI untuk menganalisis data guna mencari tahu wilayah di "Negeri Paman Sam" yang memiliki potensi terbaik untuk menambang mineral kritis.
Dengan menggunakan AI, survei yang dilakukan akan menghemat waktu secara signifikan.
Penggunaan AI untuk keperluan survei mineral penting untuk menyaring semua data di bawah permukaan Bumi dan membantu meminimalkan ketidakpastian.
Muaranya, penggunaan AI dapat membantu menghemat banyak waktu dan uang dalam menemukan lokasi mineral secara tepat.
Baca juga: Percepat Pencapaian SDGs, Badan Penasihat PBB Kaji Penggunaan AI
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya