KOMPAS.com - Fast fashion merujuk pada tren pakaian yang diproduksi dengan harga yang relatif murah, meniru gaya di catwalk, dan segera dipasarkan di toko-toko untuk mengikuti tren yang terus berkembang.
Fast fashion melibatkan desain, produksi, distribusi, dan pemasaran pakaian yang serba cepat.
Karena itu, para peretail dapat melakukan kulak produk dari produsen dengan kuantitas yang besar dan variasi model yang banyak.
Industri fesyen cepat alias fast fashion berdampak signifikan terhadap lingkungan. Industri ini berkontribusi terhadap 10 persen karbon emisi global.
Berikut tiga contoh dampak buruk industri fast fashion terhadap lingkungan, sebagaimana dilansir Earth.org.
Baca juga: Lawan Fast Fashion, Ini 4 Langkah Terapkan Slow Fashion
Fast fashion mengonsumsi air yang sangat besar. Industri fashion saja merupakan subsektor dengan konsumsi air terbesar kedua di dunia.
Untuk membuat satu kemeja katun saja membutuhkan sekitar 2.600 liter air. Dan untuk membuat satu celana jins butuh sekitar 7.500 liter air.
Di satu sisi, pewarnaan tekstil dari industri fashion merupakan pencemar air terbesar kedua di dunia.
Pasalnya, sisa air dari proses pewarnaan sering kali dibuang ke selokan atau sungai.
Baca juga: Slow Fashion, Gerakan Busana Selamatkan Bumi
Beberapa jenis pakaian terbuat dari serat sintetis seperti poliester, nilon, dan akrilik yang membutuhkan waktu ratusan tahun untuk terurai.
Laporan tahun 2017 dari International Union for Conservation of Nature (IUCN) memperkirakan 35 persen dari seluruh mikroplastik di laut berasal dari pencucian tekstil sintetis seperti poliester.
Menurut film dokumenter The True Cost yang dirilis pada 2015, dunia mengonsumsi sekitar 80 miliar pakaian baru setiap tahun.
Jumlah ini melonjak 400 persen lebih banyak dibandingkan konsumsi 20 tahun lalu.
Baca juga: 7 Fakta Mengenai Sampah Fast Fashion
Produksi pembuatan serat plastik menjadi tekstil merupakan proses yang membutuhkan banyak energi.
Proses tersebut mengonsumsi minyak bumi dalam jumlah besar dan melepaskan partikel yang mudah menguap dan asam seperti hidrogen klorida.
Selain itu, kapas, yang banyak digunakan dalam produk fast fashion, juga tidak ramah lingkungan untuk diproduksi.
Pestisida yang dianggap penting untuk pertumbuhan kapas menimbulkan risiko kesehatan bagi petani.
Untuk mengatasi limbah yang disebabkan oleh fast fashion, kain yang lebih ramah lingkungan yang dapat digunakan dalam pakaian antara lain sutra liar, katun organik, linen, rami, dan lyocell.
Baca juga: Fast Fashion: Tren Pakaian yang Berdampak Buruk untuk Lingkungan
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya