Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 07/01/2024, 10:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Fast fashion merujuk pada tren pakaian yang diproduksi dengan harga yang relatif murah, meniru gaya di catwalk, dan segera dipasarkan di toko-toko untuk mengikuti tren yang terus berkembang.

Fast fashion melibatkan desain, produksi, distribusi, dan pemasaran pakaian yang serba cepat.

Karena itu, para peretail dapat melakukan kulak produk dari produsen dengan kuantitas yang besar dan variasi model yang banyak.

Industri fesyen cepat alias fast fashion berdampak signifikan terhadap lingkungan. Industri ini berkontribusi terhadap 10 persen karbon emisi global.

Berikut tiga contoh dampak buruk industri fast fashion terhadap lingkungan, sebagaimana dilansir Earth.org.

Baca juga: Lawan Fast Fashion, Ini 4 Langkah Terapkan Slow Fashion

1. Air

Fast fashion mengonsumsi air yang sangat besar. Industri fashion saja merupakan subsektor dengan konsumsi air terbesar kedua di dunia.

Untuk membuat satu kemeja katun saja membutuhkan sekitar 2.600 liter air. Dan untuk membuat satu celana jins butuh sekitar 7.500 liter air.

Di satu sisi, pewarnaan tekstil dari industri fashion merupakan pencemar air terbesar kedua di dunia.

Pasalnya, sisa air dari proses pewarnaan sering kali dibuang ke selokan atau sungai.

Baca juga: Slow Fashion, Gerakan Busana Selamatkan Bumi

2. Mikroplastik

Beberapa jenis pakaian terbuat dari serat sintetis seperti poliester, nilon, dan akrilik yang membutuhkan waktu ratusan tahun untuk terurai.

Laporan tahun 2017 dari International Union for Conservation of Nature (IUCN) memperkirakan 35 persen dari seluruh mikroplastik di laut berasal dari pencucian tekstil sintetis seperti poliester.

Menurut film dokumenter The True Cost yang dirilis pada 2015, dunia mengonsumsi sekitar 80 miliar pakaian baru setiap tahun.

Jumlah ini melonjak 400 persen lebih banyak dibandingkan konsumsi 20 tahun lalu.

Baca juga: 7 Fakta Mengenai Sampah Fast Fashion

3. Energi

Produksi pembuatan serat plastik menjadi tekstil merupakan proses yang membutuhkan banyak energi.

Proses tersebut mengonsumsi minyak bumi dalam jumlah besar dan melepaskan partikel yang mudah menguap dan asam seperti hidrogen klorida.

Selain itu, kapas, yang banyak digunakan dalam produk fast fashion, juga tidak ramah lingkungan untuk diproduksi.

Pestisida yang dianggap penting untuk pertumbuhan kapas menimbulkan risiko kesehatan bagi petani.

Untuk mengatasi limbah yang disebabkan oleh fast fashion, kain yang lebih ramah lingkungan yang dapat digunakan dalam pakaian antara lain sutra liar, katun organik, linen, rami, dan lyocell.

Baca juga: Fast Fashion: Tren Pakaian yang Berdampak Buruk untuk Lingkungan

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

BPOM Perlu Percepat Pelabelan BPA pada Air Minum Galon

BPOM Perlu Percepat Pelabelan BPA pada Air Minum Galon

LSM/Figur
Dampak Positif IMIP pada Ekonomi Lokal dan Pemberdayaan Masyarakat Morowali

Dampak Positif IMIP pada Ekonomi Lokal dan Pemberdayaan Masyarakat Morowali

Swasta
Gerakan Menanam Pohon dari Kader Jadi Kado Ulang Tahun ke-78 Megawati

Gerakan Menanam Pohon dari Kader Jadi Kado Ulang Tahun ke-78 Megawati

LSM/Figur
Studi: Hilirisasi Nikel Perlu Terapkan ESG untuk Ciptakan Pekerjaan Hijau

Studi: Hilirisasi Nikel Perlu Terapkan ESG untuk Ciptakan Pekerjaan Hijau

LSM/Figur
DBS Indonesia Siapkan Rp 100 Miliar untuk Bantu Tingkatkan Kualitas Hidup Kelompok Rentan

DBS Indonesia Siapkan Rp 100 Miliar untuk Bantu Tingkatkan Kualitas Hidup Kelompok Rentan

Swasta
BNI Implementasikan Kesetaraan Gender di Ruang Kerja

BNI Implementasikan Kesetaraan Gender di Ruang Kerja

BUMN
AS Keluar Perjanjian Paris, Pendanaan Transisi Energi RI Bisa Terganggu

AS Keluar Perjanjian Paris, Pendanaan Transisi Energi RI Bisa Terganggu

LSM/Figur
Trump Tarik AS dari Perjanjian Paris, Investasi Hijau Bisa Lari ke Negara Lain

Trump Tarik AS dari Perjanjian Paris, Investasi Hijau Bisa Lari ke Negara Lain

Pemerintah
Serba-serbi PLTA Jatigede: Terbesar Kedua di Indonesia, Pangkas Emisi 415.800 ton

Serba-serbi PLTA Jatigede: Terbesar Kedua di Indonesia, Pangkas Emisi 415.800 ton

Pemerintah
Jelang 100 Hari Prabowo-Gibran, Janji Transisi Energi Didesak Diwujudkan

Jelang 100 Hari Prabowo-Gibran, Janji Transisi Energi Didesak Diwujudkan

LSM/Figur
Hilirisasi Nikel Belum Sediakan Green Jobs Sesuai Potensinya

Hilirisasi Nikel Belum Sediakan Green Jobs Sesuai Potensinya

Pemerintah
BRI RO Lampung Salurkan Bantuan kepada Korban Terdampak Banjir

BRI RO Lampung Salurkan Bantuan kepada Korban Terdampak Banjir

BUMN
Pengiriman Kendang Jimbe Blitar ke China Tandai Ekspor Perdana UKM Jatim di Tahun 2025

Pengiriman Kendang Jimbe Blitar ke China Tandai Ekspor Perdana UKM Jatim di Tahun 2025

Swasta
Inggris Siapkan Dana Rp 359 Miliar untuk Konservasi Laut Indonesia

Inggris Siapkan Dana Rp 359 Miliar untuk Konservasi Laut Indonesia

Pemerintah
Dua Pertiga Bisnis Dunia Tingkatkan Anggaran Keberlanjutan pada 2025

Dua Pertiga Bisnis Dunia Tingkatkan Anggaran Keberlanjutan pada 2025

Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau