KOMPAS.com - Salah satu negara kecil di Eropa, Luksemburg, telah tiga tahun menjalankan skema transportasi gratis. Hal ini untuk mengurangi kemacetan lalu lintas sekaligus emisi karbon dari kendaraan pribadi.
Ternyata, tak hanya Eropa, Indonesia tepatnya di beberapa kota juga telah diterapkan skema tranportasi umum gratis.
Wakil Ketua Pemberdayaan dan Penguatan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno mengungkapkan hal ini, berdasarkan riset yang dilakukannya.
Baca juga: Transportasi Umum di Luksemburg Gratis, Bisakah Ditiru Negara Lain?
"Di indonesia itu ada dua kota yang transportasi umumnya gratis, tapi tidak banyak masyarakat tahu," ujar Djoko saat dihubungi Kompas.com, Jumat (5/1/2024).
Kedua kota yang benar-benar menerapkan transportasi gratis sejauh ini adalah Aceh dan Banjarmasin.
Aceh telah gratis sejak tujuh tahun lalu tepatnya pada 2016. Bus Trans Koetaradja ini melayani dua wilayah adminsitrasi, yakni Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar, dengan enam koridor utama dan lima koridor pengumpan (feeder) sejauh 159,87 kilometer.
"Kedua ada Banjarmasin, gratis sejak 2020 sampai sekarang," kata Djoko.
Dengan kendaraan jenis Elf kapasitas 16-19 penumpang, layanan angkutan umum ini masih tanpa dipungut bayaran, dalam upaya meningkatkan mobilitas naik transportasi umum.
Layanan angkutan umum Trans Banjarmasin menyediakan rute-rute yang melewati fasilitas umum, swalayan, fasilitas kesehatan, tempat wisata, kawasan pendidikan, hingga tempat bersejarah.
Untuk ibu kota Jakarta sendiri, kata Djoko, ada salah satu transportasi umum gratis yang disediakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, yaitu JakLingko.
Baca juga: Di Negara Ini Naik Transportasi Umum Gratis, Apa Dampaknya buat Warga?
Pemprov DKI hingga saat ini membuat tarif gratis untuk para penumpang JakLingko, sehingga saldo kartu pengguna tidak berkurang setelah melakukan tap untuk menaiki angkot JakLingko.
Kendati beberapa contoh transportasi umum gratis tersebut memberikan dampak positif baik terhadap sosial maupun lingkungan, Djoko mengaku tidak mudah menerapkan skema ini di semua jenis transportasi dan wilayah.
"Indonesia itu banyak kendalanya, tantangannya cukup besar. Pertama, soal regulasi, tidak didukung Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2014, di situ perhubungan tidak masuk dalam pelayanan kebutuhan dasar, sehingga alokasi anggaran buat dinas perhubungan masih kecil," terangnya.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya