Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 12/01/2024, 09:02 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

Ditambah lagi, sektor perhubungan urusan wajib tidak terkait pelayanan dasar (UU Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah), sehingga anggaran yang dialokasikan ke Dinas Perhubungan sangat kecil dibandingkan pendidikan dan kesehatan.

Mengutip Kajian Teknis Angkutan Perkotaan yang dilakukan Ditjenhubdat tahun 2019, proporsi anggaran Dinas Perhubungan di beberapa kota di Indonesia hanya di kisaran 0,22 persen-3,1 persen dari total Anggaran Pendapatan, dan Belanja Daerah (APBD). 

"Angka anggaran Dinas Perhubungan berbeda tergantung APBD tiap daerah," tutur dia. 

Faktor lain seperti pengalaman dan latar belakang pemimpin daerah, kata Djoko, juga berpengaruh. Misalnya, di Padang dengan APBD tidak sampai Rp 2 triliun, pemda berani mengalokasikan Rp 40 miliar untuk enam koridor di Kota Padang.

Baca juga: Sepeda Motor Penyumbang Emisi Terbesar di Sektor Transportasi

Rupanya, hal tersebut diarahkan oleh kepada daerah yang sudah lama bersekolah di Australia, dan melihat pentingnya transportasi umum yang memadai. 

Lebih lanjut, Djoko menjelaskan, dulu belum ada peraturan mengenai pajak dan retribusi daerah yang memberikan porsi besar bagi transportasi umum. 

Untungnya, baru-baru ini sudah ada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Regulasi ini memberikan ruang bagi pemda untuk memperhatikan keberadaan angkutan umum di daerah. 

Kendaraan pribadi mendominasi

Djoko menilai, faktor lain yang menyebabkan tantangan skema transportasi umum gratis di semua kota di Indonesia adalah tingginya penggunaan kendaraan pribadi, terutama motor.

Meningkatnya daya beli masyarakat mendorong kepemilikan kendaraan bermotor pribadi baik mobil maupun sepeda motor, yang pada akhirnya semakin sulit dikendalikan penggunaannya.

"Kendaraan bermotor di kita sudah terlanjut banyak, mau beli rokok aja naik motor kan. Porsi sepeda motor kita 80-an persen, itu yang jadi kendala. Tapi kebijakannya malah subsidi motor listrik, kan enggak benar, jadi tidak mendukung," tutur dia. 

Baca juga: Bangun Transportasi Hijau di IKN, Bluebird Investasi Rp 250 Miliar

Lebih lanjut, kata dia, tantangan pengembangan transportasi perkotaan adalah dengan semakin berkembangnya kota, maka kebutuhan untuk melakukan mobilitas menjadi semakin tinggi.

Dengan demikian, menurutnya tugas pemerintah masih cukup banyak. Selain menyediakan layanan angkutan umum yang setara dengan kendaraan pribadi, perlu juga didorong pengguna kendaraan pribadi untuk keluar dari kendaraannya dan berpindah menggunakan angkutan umum.

"Memang unik tiap daerah di Indonesia itu, memang secara institusi kenegaraan, konsep angkutan umumnya beda-beda," ujar Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata ini.

Skema transportasi buy the service

Bus Trans Jogja di Yogyakarta. Dok. pribadi Djoko Setijowarno Bus Trans Jogja di Yogyakarta.
Untungnya, kata Djoko, saat ini sudah ada cukup banyak pembenahan terhadap transportasi umum di berbagai kota. Sehingga, meski tidak sepenuhnya gratis, layanan sudah semakin murah dan optimal. 

"Di Indonesia sudah ada 11 kota, yang transportasinya menggunakan skema pembelian layanan atau buy the service (BTS)," kata dia. 

Hingga 2022, layanan BTS telah diterapkan di 11 kota di Indonesia. Layanan tersebut diterapkan sesuai UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berisi pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menyelenggarakan angkutan umum yang aman, nyaman, dan terjangkau. 

Skema BTS adalah mekanisme pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) membeli layanan angkutan massal ke operator (menyubsidi 100 persen biaya operasional kendaraan) dengan mekanisme lelang berdasarkan standar pelayanan minimum (SPM) yang memenuhi aspek kenyamanan, keamanan, keselamatan, keterjangkauan, kesetaraan, serta kesehatan.

Baca juga: Pakar UI Sebut Sistem Penggerak Kendaraan Listrik Kunci Transportasi Bersih

Tujuan dari skema ini, untuk meningkatkan kualitas pelayanan angkutan massal karena operator tidak perlu bersikap ugal-ugalan untuk mengejar setoran guna menutupi biaya operasional. Sebab, biaya tersebut telah ditanggung oleh subsidi pemerintah.

Adapun 11 kota tersebut adalah Medan (Trans Metro Deli), Palembang (Trans Musi Jaya), Jogjakarta (Trans Jogja), Solo (Batik Solo Trans), Denpasar (Trans Metro Dewata), Bandung (Trans Metro Pasundan), Purwokerto (Trans Banyumas), Banjarmasin (Trans Banjarbakula), Makassar (Trans Mamminasata), Surabaya (Trans Semanggi Surabaya), dan Kota Bogor (Trans Pakuan). 

 

 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau