KOMPAS.com - Materi pertanian dan teknologi pertanian perlu dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah atas (SMA) untuk meningkatkan minat generasi muda terhadap dunia pertanian.
Hal tersebut disampaikan pengamat pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Bayu Dwi Apri Nugroho, sebagaimana dilansir Antara, Kamis (11/1/2024).
"Saya kira dengan pengenalan pertanian dan teknologinya sedini mungkin di tingkat SD, SMP dan SMA, ada harapan di masa depan Indonesia bisa terbebas dari bayang-bayang impor (pangan)," kata Bayu.
Baca juga: Genjot Produktivitas Pertanian, Inagro Manfaatkan Data Satelit
Dengan banyaknya generasi muda yang nantinya mau bergelut di bidang pertanian, menurutnya Indonesia bakal efektif sebagai negara pengekspor pangan yang mampu meningkatkan kesejahteraan petani.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut jumlah petani pada 2019 mencapai 33,4 juta orang.
Dari jumlah tersebut, petani muda di Indonesia yang berusia 20-39 tahun hanya 8 persen atau setara dengan 2,7 juta orang.
Sekitar 30,4 juta orang atau 91 persen berusia di atas 40 tahun dengan mayoritas usia mendekati 50-60 tahun.
Baca juga: Petani Bali Manfaatkan Eco Enzyme untuk Pertanian Organik, Lebih Hemat dan Ramah Lingkungan
Bayu menuturkan, salah satu cara yang harus dilakukan untuk menarik minat anak-anak muda ke dunia pertanian adalah mengenalkan teknologi di bidang pertanian kepada mereka sejak dini.
"Tidak hanya kepada anak-anak muda yang berasal dari anggota keluarga petani tetapi juga anak-anak muda yang notabene bukan dari keluarga petani," ujar dia.
Menurut dia, dengan mengenalkan pertanian dan teknologi pertanian mulai SD diharapkan pandangan terkait pertanian konvensional dan tidak modern bisa dihilangkan.
"Sebagai contoh penggunaan drone. Kalau selama ini penggunaan drone hanya digunakan untuk foto-foto atau mendokumentasikan suatu kegiatan," tutur Bayu.
Baca juga: Warga Binaan Rutan Batam Diajari Ilmu Perkebunan dan Pertanian
"Kenyataannya drone juga bisa digunakan untuk memantau kondisi tanaman bahkan bisa digunakan untuk penyemprotan pupuk, pestisida di lahan-lahan sawah," sambungnya.
Selain itu, kehadiran aplikasi-aplikasi pertanian yang baru di telepon pintar memudahkan para generasi muda memantau harga produk pertanian, saling berkomentar terkait pertanian hingga memantau kondisi lahan secara realtime.
Dengan demikian, telepon pintar tidak hanya lagi digunakan untuk membuka media sosial WhatsApp, Instagram, Facebook semata namun mampu menjadi bagian dari solusi.
Tidak hanya sensor dan drone, menurut Bayu, fitur-fitur lain dalam aplikasi pertanian yang mendukung pertanian cerdas sangat diperlukan.
Baca juga: Pendapatan Petani Cuma Rp 1 Juta per Bulan, Pertanian Butuh Investasi Jumbo
"Misalnya, chatbot dan voice command sebagai wahana komunikasi petani yang ingin bertanya tentang pertanian. Lalu, penggunaan robot untuk otomatisasi dalam penanaman dan pemanenan," ucap Bayu.
"Meskipun biaya untuk hal ini terlalu besar, tetapi ke depan pemanfatan robot merupakan bagian dalam suatu pertanian cerdas," sambungnya.
Bayu meyakini pemanfaatan inovasi dan teknologi-teknologi di dunia pertanian sangat membantu menaikkan minat anak-anak muda ke dunia pertanian.
Hal tersebut penting untuk ditawarkan karena tidak sedikit dari masyarakat masih memiliki pandangan jika pertanian identik dengan petani tua, konvensional, kotor, dan tidak menguntungkan.
Baca juga: Standardisasi dan Inovasi Jadi Pilar Pertanian Berkelanjutan di Indonesia
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya