Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Krisis Iklim Picu Kepunahan Kera Besar Lebih dari 200.000 Tahun Lalu

Kompas.com, 12 Januari 2024, 21:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Menurut sebuah studi terbaru, spesies kera besar purba kemungkinan besar punah ratusan ribu tahun yang lalu, saat perubahan iklim membuat buah-buahanan tidak dapat diperoleh selama musim kemarau.

Spesies Gigantopithecus blacki, yang pernah hidup di China selatan, mewakili kera terbesar yang diketahui para ilmuwan, memiliki tinggi tiga meter dan berat mencapai 295 kilogram.

Selain karena perubahan iklim, ukuran spesies ini mungkin juga menjadi kelemahan.

“Ini hanyalah hewan berukuran besar-sangat, sangat besar,” kata peneliti di Southern Cross University Australia dan salah satu penulis penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nature Renaud Joannes-Boyau.

Baca juga: Setop Pembunuhan Gajah, Tindak Kejahatan Terhadap Satwa

“Ketika makanan mulai langka, populasinya menjadi sangat besar sehingga tidak bisa memanjat pohon untuk mencari sumber makanan baru," tambahnya, dilansir dari Euronews, Jumat (12/1/2024).

Apa yang menyebabkan kera besar kekurangan makanan?

Kera raksasa ini, yang kemungkinan besar mirip dengan orangutan modern, bertahan selama sekitar 2 juta tahun di dataran berhutan di wilayah Guangxi, Tiongkok.

Mereka menjalani pola makan vegetarian, mengunyah buah-buahan dan bunga-bungaan di hutan tropis, hingga lingkungan mulai berubah.

Para peneliti menganalisis sampel serbuk sari dan sedimen yang disimpan di gua-gua Guangxi, serta fosil gigi, untuk mengungkap bagaimana hutan menghasilkan lebih sedikit buah mulai sekitar 600.000 tahun yang lalu, karena wilayah tersebut mengalami lebih banyak musim kemarau.

Baca juga:

Para peneliti menemukan bahwa kera raksasa tidak punah dengan cepat, namun kemungkinan besar punah antara 215.000 dan 295.000 tahun yang lalu.

Meskipun kera yang lebih kecil mungkin mampu memanjat pohon untuk mencari makanan yang berbeda, analisis para peneliti menunjukkan bahwa kera raksasa memakan lebih banyak kulit pohon, alang-alang, dan makanan tidak bergizi lainnya.

“Ketika hutan berubah, tidak ada cukup makanan yang disukai spesies tersebut,” kata rekan penulis Zhang Yingqi dari Institut Paleontologi Vertebrata dan Paleoantropologi China.

Tersebar di beberapa daerah

Sebagian besar pengetahuan para ilmuwan tentang kera besar yang punah berasal dari penelitian fosil gigi dan empat tulang rahang bawah yang besar, semuanya ditemukan di Tiongkok selatan. Namun, tidak ada kerangka lengkap yang ditemukan.

Sementara itu, menurut catatan fosil, antara sekitar 2 juta sampai 22 juta tahun yang lalu, beberapa lusin spesies kera besar menghuni Afrika, Eropa, dan Asia. 

Namun, saat ini, yang tersisa hanyalah spesies gorila, simpanse, bonobo, orangutan, dan manusia.

 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Biasanya Jadi Gula, Kini Pertamina Pikirkan Ubah Aren Jadi Bioetanol
Biasanya Jadi Gula, Kini Pertamina Pikirkan Ubah Aren Jadi Bioetanol
BUMN
Perusahaan RI Paling Banyak Raih Penghargaan Asia ESG Positive Impact Awards
Perusahaan RI Paling Banyak Raih Penghargaan Asia ESG Positive Impact Awards
Swasta
Pastikan Kawanan Gajah Aman, BKSDA Riau Pasang GPS pada Betina Pemimpinnya
Pastikan Kawanan Gajah Aman, BKSDA Riau Pasang GPS pada Betina Pemimpinnya
Pemerintah
Bukan Cuma Beri Peringatan, Taiwan Tetapkan Panas Ekstrem sebagai Bencana Alam
Bukan Cuma Beri Peringatan, Taiwan Tetapkan Panas Ekstrem sebagai Bencana Alam
Pemerintah
Ilmuwan Desak Pemimpin Global Batasi Biofuel Berbasis Tanaman
Ilmuwan Desak Pemimpin Global Batasi Biofuel Berbasis Tanaman
LSM/Figur
Gates Foundation Gelontorkan 1,4 Miliar Dollar AS untuk Bantu Petani Adaptasi Iklim
Gates Foundation Gelontorkan 1,4 Miliar Dollar AS untuk Bantu Petani Adaptasi Iklim
Swasta
Krisis Iklim dan Penggunaan Pestisida di Pertanian Ancam Populasi Kupu-Kupu
Krisis Iklim dan Penggunaan Pestisida di Pertanian Ancam Populasi Kupu-Kupu
LSM/Figur
Asia ESG PIA Digelar, Pertemukan 39 Perusahaan yang Berkomitmen Jalankan ESG
Asia ESG PIA Digelar, Pertemukan 39 Perusahaan yang Berkomitmen Jalankan ESG
Swasta
Perkuat Ekosistem Kendaraan Listrik, PLN Resmikan SPKLU Center Pertama di Yogyakarta
Perkuat Ekosistem Kendaraan Listrik, PLN Resmikan SPKLU Center Pertama di Yogyakarta
BUMN
Bumi Memanas, Hasil Panen di Berbagai Benua Menurun
Bumi Memanas, Hasil Panen di Berbagai Benua Menurun
Pemerintah
BMKG Peringatkan Potensi Hujan Lebat yang Bisa Picu Banjir Sepekan ke Depan
BMKG Peringatkan Potensi Hujan Lebat yang Bisa Picu Banjir Sepekan ke Depan
Pemerintah
4 Pemburu Satwa Liar di TN Merbabu Terancam 15 Tahun Penjara
4 Pemburu Satwa Liar di TN Merbabu Terancam 15 Tahun Penjara
Pemerintah
Dekan FEM IPB Terima Penghargaan Dean of the Year pada LEAP 2025
Dekan FEM IPB Terima Penghargaan Dean of the Year pada LEAP 2025
Pemerintah
Akademisi UI: Produksi Etanol untuk BBM Tak Ganggu Ketersediaan Pangan
Akademisi UI: Produksi Etanol untuk BBM Tak Ganggu Ketersediaan Pangan
LSM/Figur
Kata Walhi, RI dan Brasil Kontraproduktif Atasi Krisis Iklim jika Transisi Energi Andalkan Lahan
Kata Walhi, RI dan Brasil Kontraproduktif Atasi Krisis Iklim jika Transisi Energi Andalkan Lahan
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau