Ke-11 kota yang sudah mengikuti skema tersebut adalah Trans Koetaradja (APBD Aceh), Trans Padang (APBD Kota Padang), Trans Metro Pekanbaru (APBD Kota Pekanbaru), Tayo (APBD Kota Tangerang), Trans Semarang (APBD Kota Semarang), Trans Jateng (APBD Jateng), Trans Jogja (APBD DIY), Trans Jatim (APBD Jatim), Surabaya Bus (APBD Kota Surabaya), Trans Banjarmasin (APBD Kota Banjarmasin), dan Trans Banjarbakula (APBD Kalsel).
"Palembang pernah memberikan subsidi untuk Trans Musi, namun sejak tahun 2022 dihentikan," ujar Djoko.
Setelah sekitar tiga tahun beroperasi, Djoko mengatakan, Direktorat Angkutan Jalan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat melakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan transportasi BTS tersebut.
Pertama, jumlah penumpang Program Teman Bus di 10 kota dengan skema buy the service mengalami tren peningkatan. Ada modal shifting dari pengguna kendaraan pribadi, roda 2 atau 4, untuk berpindah menggunakan BTS.
"Sebanyak 62 persen penumpang beralih dari sepeda motor ke Bus BTS," ujarnya.
Kedua, kehadiran insfrastruktur utama dan pendukung. Infrastruktur pendukung BTS di daerah dikatakan Djoko masih belum memadai, seperti akses trotoar dan halte.
"Desain halte belum memberikan kemudahan untuk akses; dan rambu bus stop/penanda pemberhentian bus tidak terlihat/terpasang," kata dia.
Ketiga, layanan BTS. Rute yang dipilih dikatakan masih belum sesuai demand. Masih ada trayek BTS Teman Bus berhimpitan dengan trayek angkutan umum eksisting dan kon?ik dengan operator eksisting di beberapa kota/provinsi yang dilayani BTS.
Baca juga: Transportasi Umum di Sejumlah Kota Gratis, Bisakah Diterapkan di Seluruh Indonesia?
Sehingga, pada kondisi jam puncak (peak hour) sebagian besar rencana headway dan on time performance tidak terpenuhi akibat kemacetan lalu lintas, parkir di badan jalan.
Keempat, dukungan pemerintah daerah. Pelaksanaan upaya push and pull dalam mendukung layanan Teman Bus menurutnya belum optimal. Kebijakan push and pull di tingkat daerah masih harus ditingkatkan, karena masih sebatas sosialisasi penggunaan angkutan umum.
Kelima, kelembagaan operator dan pengelola transportasi publik. Beberapa kota/provinsi belum memiliki lembaga pengelola angkutan umum.
"Di beberapa daerah, operator eksisting sebagian besar masih berupa individu (pemilik dan pengemudi), sehingga sulit untuk membentuk konsorsium operator dan diajak bergabung dalam sistem," terang Djoko.
Keenam, transfer pengelolaan dan pengoperasian BTS dari pemerintah pusat ke pemda. Pemberian subsidi pembelian layanan/BTS ini telah memberikan manfaat bagi masyarakat yang menjadi pengguna layanan.
Namun, belum ada kejelasan terkait keberlanjutan program, jangka waktu pendanaan oleh pemerintah daerah di masa depan. Belum ada komitmen anggaran dari Pemerintah Daerah maupun DPRD.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya