Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 22 Januari 2024, 10:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 1 Muhaimin Iskandar atau Cak Imin dan cawapres nomor urut 3 Mahfud MD ramai-ramai mengkritik program food estate.

Kritikan tersebut disampaikan keduanya dalam debat cawapres yang digelar di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta, pada Minggu (21/1/2024) malam.

Food estate adalah proyek penyediaan pangan yang digencarkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai upaya menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan.

Baca juga: Soal Food Estate Jagung Senilai Rp 54 Miliar di Gunung Mas Kalteng, Disebut Menutupi Kegagalan Proyek Kebun Singkong

Cak Imin mendesak dihentikannya penyediaan pangan melalui program food estate yang dinilai sarat akan berbagai masalah.

"Upaya pengadaan pangan melalui food estate terbukti mengabaikan petani, meninggalkan masyarakat adat, menghasilkan konflik agraria, dan merusak lingkungan. Ini harus dihentikan," ujarnya.

Dia menambahkan, penyediaan pangan melalui program food estate juga justru turut menyumbang deforestasi karena melakukan penggundulan hutan.

"Karena tidak melibatkan masyarakat adat, masyarakat setempat, petani, dan merusak keanekaragaman hayati," ucap Cak Imin.

Baca juga: CEK FAKTA: Gibran Sebut “Food Estate” di Kalteng Berhasil

Sementara itu, Mahfud secara gamblang menuturkan bahwa program food estate telah gagal.

"Jangan misalnya seperti food estate yang gagal dan merusak lingkungan, yang benar aja, rugi dong kita," tegas Mahfud.

Sementara itu, cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka memebela program food estate dan menyebutnya sebagai proyek jangka panjang.

"Jadi tidak bisa di-judges sekali panen dua kali panen (berhasil). Panen pertama, kedua, dan ketiga itu pasti tidak pernah 100 persen, baru nanti panen keenam, ketujuh, kedelapan akan kelihatan seperti apa hasilnya," ujar Gibran.

Baca juga: Bantah Paslon Lain, Gibran Sebut Ada Food Estate Berhasil di Gunung Mas Kalimantan Tengah

Gibran turut mempertanyakan mengapa Cak Imin dan Mahfud sama-sama kompak menyebut food estate sebagai program yang gagal.

"Memang ada yang gagal tapi ada yang berhasil. Ada yang sudah panen misalnya di Gunung Mas Kalteng (Kalimantan Tengah), sudah panen jagung singkong. Cek saja nanti," upanya.

Debat cawapres mengusung enam tema yaitu pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup, sumber daya alam dan energi, pangan, agraria, masyarakat adat, serta desa.

Baca juga: Di Debat Keempat Pilpres, Gibran Akui Food Estate ada Yang Gagal

Banjir kritik

Berdasarkan laporan Greenpeace berjudul Food Estate: Menanam Kehancuran Menuai Krisis Iklim, lumbung pangan yang direncanakan untuk food estate mencakup lahan 2,3 juta hektare secara nasional.

Luas wilayah ini kemungkinan lebih besar, sebagaimana tersirat oleh Area of Interest yang totalnya mencapai 3,2 juta hektare yang tersebar di tiga kabupaten di Papua bagian selatan.

Greenpeace Indonesia mencatat, diperkirakan sekitar 3 juta hutan berpotensi hilang jika proyek food estate terus dilanjutkan.

Salah satu yang disorot Greenpeace Indonesia adalah proyek food estate garapan Kementerian Pertahanan di Gunung Mas.

Baca juga: Saat Muhaimin dan Mahfud MD Kompak Soroti Kegagalan Food Estate...

Perkebunan singkong di Gunung Mas dikonversi menjadi area pertanian skala besar oleh pemerintah melalui program food estate.

Juru Kampanye Hutan Senior Greenpeace Indonesia Syahrul Fitra mengatakan, sistem monokultur singkong yang diterapkan di Gunung Mas justru meminggirkan kearifan dan pengetahuan masyarakat lokal

"Ada cara yang lebih baik dengan pertanian ekologis dan agroforestri tradisional, sehingga kita mempunyai solusi untuk krisis pangan sekaligus krisis iklim," kata Syahrul Fitra.

Di sisi lain, Direktur LBH Palangkaraya Aryo Nugroho berpendapat, proyek food estate mengabaikan hak atas lingkungan hidup yang baik dan pemenuhan hak atas pangan.

Baca juga: Muhaimin Kritik Food Estate dan Tanggul Laut Raksasa

Dia mencatat, terjadi perluasan wilayah banjir di Kalimantan Tengah dalam beberapa tahun terakhir.

Aryo menambahkan, pembukaan hutan untuk proyek food estate berpotensi memperluas risiko banjir bandang.

"Pemerintah harus menghentikan proyek lumbung pangan di Kalimantan Tengah, dan memulihkan kerusakan lingkungan akibat pembukaan hutan untuk garapan tersebut," kata Aryo, dikutip dari situs Greenpeace Indonesia.

Baca juga: Muhaimin Sebut Program Food Estate Picu Konflik Agraria di Indonesia

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Permintaan Batu Bara Dunia Capai Puncak Tahun Ini, Tapi Melandai 2030
Permintaan Batu Bara Dunia Capai Puncak Tahun Ini, Tapi Melandai 2030
Pemerintah
Pulihkan Ekosistem Sungai, Jagat Satwa Nusantara Lepasliarkan Ikan Kancra di Bogor
Pulihkan Ekosistem Sungai, Jagat Satwa Nusantara Lepasliarkan Ikan Kancra di Bogor
LSM/Figur
Riau dan Kalimantan Tengah, Provinsi dengan Masalah Kebun Sawit Masuk Hutan Paling Rumit
Riau dan Kalimantan Tengah, Provinsi dengan Masalah Kebun Sawit Masuk Hutan Paling Rumit
LSM/Figur
366.955 Hektar Hutan Adat Ditetapkan hingga November 2025
366.955 Hektar Hutan Adat Ditetapkan hingga November 2025
Pemerintah
Suhu Arktik Pecahkan Rekor Terpanas Sepanjang Sejarah, Apa Dampaknya?
Suhu Arktik Pecahkan Rekor Terpanas Sepanjang Sejarah, Apa Dampaknya?
LSM/Figur
Pembelian Produk Ramah Lingkungan Meningkat, tapi Pesan Keberlanjutan Meredup
Pembelian Produk Ramah Lingkungan Meningkat, tapi Pesan Keberlanjutan Meredup
LSM/Figur
Menjaga Napas Terakhir Orangutan Tapanuli dari Ancaman Banjir dan Hilangnya Rimba
Menjaga Napas Terakhir Orangutan Tapanuli dari Ancaman Banjir dan Hilangnya Rimba
LSM/Figur
FWI Soroti Celah Pelanggaran Skema Keterlanjuran Kebun Sawit di Kawasan Hutan
FWI Soroti Celah Pelanggaran Skema Keterlanjuran Kebun Sawit di Kawasan Hutan
LSM/Figur
Menhut Raja Juli Soroti Lemahnya Pengawasan Hutan di Daerah, Anggaran dan Personel Terbatas
Menhut Raja Juli Soroti Lemahnya Pengawasan Hutan di Daerah, Anggaran dan Personel Terbatas
Pemerintah
Menhut Raja Juli Sebut Tak Pernah Beri Izin Pelepasan Kawasan Hutan Setahun Terakhir
Menhut Raja Juli Sebut Tak Pernah Beri Izin Pelepasan Kawasan Hutan Setahun Terakhir
Pemerintah
Krisis Iklim Picu Berbagai Jenis Penyakit, Ancam Kesehatan Global
Krisis Iklim Picu Berbagai Jenis Penyakit, Ancam Kesehatan Global
Pemerintah
Petani Rumput Laut di Indonesia Belum Ramah Lingkungan, Masih Terhalang Biaya
Petani Rumput Laut di Indonesia Belum Ramah Lingkungan, Masih Terhalang Biaya
Pemerintah
Kemenhut Musnahkan 98,8 Hektar Kebun Sawit Ilegal di TN Berbak Sembilang Jambi
Kemenhut Musnahkan 98,8 Hektar Kebun Sawit Ilegal di TN Berbak Sembilang Jambi
Pemerintah
Indonesia Bisa Contoh India, Ini 4 Strategi Kembangkan EBT
Indonesia Bisa Contoh India, Ini 4 Strategi Kembangkan EBT
LSM/Figur
Waspada Hujan Lebat hingga 22 Desember, BMKG Pantau 3 Siklon Tropis
Waspada Hujan Lebat hingga 22 Desember, BMKG Pantau 3 Siklon Tropis
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau