Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 22/01/2024, 21:54 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

Juru kampanye Urban Greenpeace Indonesia Muharram Atha Rasyadi menegaskan, kemasan plastik sekali pakai jelas akan menjadi masalah baru.

Penggunaannya juga tidak sejalan dengan target pemerintah mengurangi sampah di laut sebesar 70 persen pada 2025.

Baca juga: Mengenal 7 Jenis Plastik: Karakteristik dan Contohnya

Dia melanjutkan, produksi plastik sekali pakai yang begitu masif tanpa adanya tanggung jawab perusahaan justru akan mempersulit capaian dari target tersebut.

Seharusnya industri mulai berbenah bagaimana mereka dapat menyusun rencana strategis dalam mengurangi timbulan sampah mereka.

"Bukan malah meningkatkan produksi kemasan produk sekali pakai. Selama dalam kemasan sekali pakai, masalah kita tentu akan semakin besar," ucap Atha.

Peneliti Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) menambahkan, perusahaan seharusnya menerjemahkan permen 75 dengan lebih transformatif.

Artinya, produsen harus berhenti memproduksi plastik sekali pakai dan beralih ke kemasan yang bisa dipakai berulang.

"Hal itu untuk menekan kebocoran plastik ke lingkungan kita, yaitu dengan cara harus menekan pertumbuhan atau konsumtif plastik sekali pakai," kata Peneliti ICEL Fajri Fadillah.

Sementara itu, dalam audit “Potret Sampah Enam Kota: Medan, Samarinda, Makassar, Denpasar, Surabaya, dan DKI Jakarta” hasil kerja sama Net Zero Waste Management Consortium (NZWMC) dan Litbang Kompas, teridentifikasi  1.930.495 potongan sampah dari enam kota yang terdiri dari 635 jenis sampah.

Baca juga: 10 Negara dengan Pengelolaan Sampah Terbaik

Adapun jenis sampah yang menjadi “juara” alias mendominasi adalah serpihan sampah plastik berbagai merek. Kemudian, plastik kresek menempati posisi kedua.

Berikutnya, bungkus mi instan menempati posisi ketiga, cup air mineral menempati posisi keempat, dan botol minuman berkarbonasi menempati posisi kelima.

“Sampah saset cukup banyak timbulannya, termasuk di kawasan yang sudah settle peruntukannya (bukan tempat sampah). Fakta di lapangan menunjukkan tidak ada upaya clean-up, baik oleh masyarakat, pemerintah, maupun produsen,” kata Peneliti Litbang Kompas Nila Kirana, dikutip dari Kompas.com.

Timbulan sampah saset didominasi oleh produk sampo, minuman instan bubuk, deterjen, serta penyedap rasa. Sampah bungkus plastik pun bertebaran serta ditemukan di seluruh titik sampling dalam investigasi audit sampah tersebut.

“Kemasan plastik bungkus tisu, minyak goreng, tube pasta gigi, dan skincare juga masih menjadi material timbulan sampah di TPA serta lokasi lingkungan lainnya,” ujar Nila.

Optimalisasi penerapan regulasi

Terkait hal itu, Ketua Harian NZWMC Amalia S Bendang menyebutkan, jenis sampah plastik, bekas kemasan, ataupun serpihannya, menjadi sampah yang paling banyak ditemukan.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com