Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pramono Dwi Susetyo
Pensiunan

Pemerhati masalah kehutanan; penulis buku

Kegiatan Ekonomi Ilegal dalam Kawasan Hutan

Kompas.com - 26/01/2024, 16:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

ADA pertanyaan dan diskusi yang menarik dalam debat keempat Capres-Cawapres 2024 pada 21 Januari 2024, yang dilontarkan oleh panelis tentang pertambangan ilegal (illegal mining).

Cawapres Muhaimin Iskandar menanggapi bahwa data Kementerian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) terdapat 2500 unit pertambangan ilegal.

Sementara, Cawapres Gibran Rakabuming Raka menanggapi bahwa pertambangan tersebut izinnya (IUP/izin usaha pertambangan) dicabut.

Tentu kegiatan pertambangan ilegal dapat dipastikan dilakukan di dalam kawasan hutan, apakah di dalam kawasan hutan produksi, hutan lindung, bahkan hutan konservasi.

Yang jelas kegiatan pertambangan ilegal dalam kawasan hutan tidak berizin (tidak memiliki IUP sebagaimana yang disebut Gibran).

Kegiatan ekonomi secara ilegal di dalam kawasan hutan terjadi sejak era era pemerintahan Presiden Soeharto (1967-1998), hanya skalanya tidak semasif dan seluas pada era reformasi sekarang (1999-2024) yang membuka otonomi daerah seluas-luasnya sejak diundangkan undang-undang (UU) No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Apa saja sebenarnya kegiatan ekonomi ilegal di dalam kawasan hutan selain pembalakan liar (illegal logging) yang merugikan pendapatan negara (devisa negara) dalam jumlah yang cukup besar? Bagaimana kronologi penyelesaiannya setelah adanya era reformasi?

Apa saja regulasi yang disiapkan oleh pemerintah untuk menyelesiakan kegiatan ekonomi dalam kawasan hutan yang ilegal? Dan berapa besaran kerugian negara yang diderita selama ini?

Penguasaan hutan oleh negara bukan merupakan pemilikan. Negara memberi wewenang kepada pemerintah untuk mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, menetapkan kawasan hutan dan atau mengubah status kawasan hutan, mengatur dan menetapkan hubungan antara orang dengan hutan atau kawasan hutan dan hasil hutan, serta mengatur perbuatan hukum mengenai kehutanan.

Selanjutnya pemerintah mempunyai wewenang untuk memberikan izin dan hak kepada pihak lain untuk melakukan kegiatan di bidang kehutanan.

Sayangnya, pengaturan dan pengurusan sumber daya (SDA) alam hutan yang kewenangannya begitu luas (secara de jure 120,3 juta ha atau setara lebih dari 60 persen luas daratan) dan beragam jenis kegiatannya tidak diimbangi dengan SDM, regulasi.

Selain itu, peralatan dan pendanaan yang tidak/kurang memadai sehingga terkesan ala kadar pelaksanaannya di lapangan.

Sejak terbitnya UU Pemerintahan Daerah No. 32/2004 yang mengedepankan prinsip otnomi daerah seluas-luasnya, kewenangan kehutanan banyak dibagi ke pemerintahan daerah (provinsi dan kabupaten/kota) melalui urusan pemerintahan konkuren.

Daerah kabupaten yang mempunyai potensi SDA hutan besar, ramai-ramai membentuk dinas kehutanan untuk menjaring pemasukan pendapatan asli daerah (PAD) dan mengelola dana bagi hasil (DBH) dari sektor kehutanan.

Namun, euforia otonomi daerah banyak ditafisirkan salah oleh para bupati yang wilayahnya mempunyai SDA hutan yang besar.

Kegiatan ekonomi ilegal dalam kawasan hutan yang dilakukan secara masif dan meluas sejak era otonomi daerah selain pembalakan liar adalah kegiatan pertambangan liar dan perkebunan ilegal khususnya perkebunan sawit.

Sementara itu, perkebunan sawit ilegal menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) saat ini terdapat 3,1 -3,2 juta hektare sawit di kawasan hutan.

Yayasan Kehati, dalam rapat dengan DPR pada 17 Juni 2021, menyebut 3,4 juta hektare. Kebun-kebun ini ada di hutan konservasi seluas 115.694 hektare, hutan lindung 174.910 hektare, hutan produksi terbatas 454.849 hektare, hutan produksi biasa 1.484.075 hektare, dan hutan produksi yang dapat dikonversi 1.224.291 hektare.

Pemerintah pernah menertibkan pertambangan dan perkebunan ilegal sejak 2010. Penertiban ini memunculkan kegaduhan, terutama dari kepala daerah.

Mereka melayangkan surat kepada presiden bahwa investasi perkebunan dan pertambahan itu bernilai triliunan rupiah.

Lima bupati dan seorang pengusaha kebun sawit di Kalimantan Tengah, bahkan memohon uji materi Undang-Undang Kehutanan kepada Mahkamah Konstitusi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Kabaena: Ironi Transisi Energi di Pulau Kecil
Kabaena: Ironi Transisi Energi di Pulau Kecil
Pemerintah
Pusat Unggulan Dibentuk, Masyarakat Diajak Aktif Jaga Penyu dan Cetacea
Pusat Unggulan Dibentuk, Masyarakat Diajak Aktif Jaga Penyu dan Cetacea
LSM/Figur
Sederet Ancaman Penyu dan Cetacea, Aktivitas Manusia Sebab Utamanya
Sederet Ancaman Penyu dan Cetacea, Aktivitas Manusia Sebab Utamanya
LSM/Figur
Google Bilang Target Iklim Makin Sulit Diraih, Emisi Naik Tajam
Google Bilang Target Iklim Makin Sulit Diraih, Emisi Naik Tajam
Swasta
Pertamina NRE Targetkan Produksi Baterai EV pada 2026
Pertamina NRE Targetkan Produksi Baterai EV pada 2026
BUMN
Kementerian ESDM Kebut Penyediaan Listrik Bersih di Indonesia Timur
Kementerian ESDM Kebut Penyediaan Listrik Bersih di Indonesia Timur
Pemerintah
Pertamina Gandeng Arab Saudi untuk Kembangkan Teknologi Energi Bersih
Pertamina Gandeng Arab Saudi untuk Kembangkan Teknologi Energi Bersih
BUMN
4 Perusahaan Kena Denda hingga Rp 721 Miliar karena Rusak Lingkungan
4 Perusahaan Kena Denda hingga Rp 721 Miliar karena Rusak Lingkungan
Pemerintah
Ikan Mati Massal Lagi di Kali Surabaya, Tak Kunjung Usai Sejak 1975
Ikan Mati Massal Lagi di Kali Surabaya, Tak Kunjung Usai Sejak 1975
LSM/Figur
Janji Besar, Komitmen Industri Mode pada Keberlanjutan Masih Kecil
Janji Besar, Komitmen Industri Mode pada Keberlanjutan Masih Kecil
Swasta
'Genera-Z Berbakti', Inisiatif BCA Menggandeng Gen Z Jadi Agen Perubahan Lingkungan dan Sosial
"Genera-Z Berbakti", Inisiatif BCA Menggandeng Gen Z Jadi Agen Perubahan Lingkungan dan Sosial
Swasta
Pertanian Hijau Terbukti Tingkatkan Biodiversitas dan Panen, Tapi Butuh Subsidi
Pertanian Hijau Terbukti Tingkatkan Biodiversitas dan Panen, Tapi Butuh Subsidi
LSM/Figur
2 Orang Ditangkap karena Bawa Ratusan Burung, Termasuk 112 Ekor yang Dilindungi
2 Orang Ditangkap karena Bawa Ratusan Burung, Termasuk 112 Ekor yang Dilindungi
Pemerintah
Sampoerna Dorong Inovasi Inklusif Tembakau Bebas Asap, Libatkan UMKM hingga Hotel
Sampoerna Dorong Inovasi Inklusif Tembakau Bebas Asap, Libatkan UMKM hingga Hotel
Swasta
Ahli Ungkap Potensi Bakteri Jadi Pengganti Pupuk dan Pestisida
Ahli Ungkap Potensi Bakteri Jadi Pengganti Pupuk dan Pestisida
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau