Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Waspada Paceklik, Produksi Beras 2024 Diprediksi Turun

Kompas.com, 7 Maret 2024, 07:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com – Perubahan iklim dan dampak fenomena El Nino telah memengaruhi terhadap produktivitas bahan pangan seperti beras.

Menurut Badan Pangan Nasional (Bapanas), produksi beras periode Januari hingga April 2023 mencapai 12,98 juta ton. Tahun ini pada periode yang sama, produksi beras diprediksi turun sekitar 17 persen yakni 10,70 juta ton

Plt Direktur Ketersediaan Pangan Bapanas Budi Waryanto dalam diskusi daring bertajuk "Bahan Pokok Mahal: Pentingnya Keberlanjutan Pangan di Tengah Krisis Iklim" pada Selasa (5/3/2024) mengatakan, produksi beras pada 2024 juga lebih rendah dibandingkan dua atau tiga tahun lalu.

Baca juga: El Nino Berkepanjangan, Kenaikan Harga Beras Perlu Diantisipasi

“Sehingga, kondisi ini merupakan musim paceklik yang luar biasa,” kata Budi sebagaimana dilansir dari siaran pers yang diterima Kompas.com.

Pemerintah dalam hal ini Bapanas telah melakukan beberapa langkah untuk menjaga ketersediaan pangan, salah satunya dengan menyediakan 2,4 juta ton beras setiap tahunnya.

Beberapa langkah lainnya adalah memberikan bantuan pangan untuk 22 juta masyarakat yang rawan pangan, melakukan stabilisasi pasokan dan harga untuk retail modern, serta melakukan sinergi dengan pemerintah daerah melalui program gerai pangan murah.

Selain itu, Bapanas juga akan berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian untuk melakukan percepatan tanam di semester II tahun 2024.

Tahun ini, fenomena La Nina diprediksi akan terjadi dan menyebabkan kondisi iklim lebih basah untuk pertumbuhan padi.

Baca juga: Warga di Pangkalpinang Senang Terima Bansos Beras Saat Momen Pemilu

Profesor bidang meteorologi dan klimatologi dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Edvin Aldrian mengatakan, berkurangnya produksi beras tidak terlepas dari cuaca ekstrem yang terjadi.

Tokoh yang menjabat sebagai Vice Chair Working Group I Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) ini menyampaikan, 2023 tercatat merupakah tahun terpanas.

Kenaikan suhu global tahun lalu mencapai 1,52 derajat celsius alias melampaui ambang batas yang disepakati dalam Perjanjian Paris yaitu 1,5 derajat celsius.

Dia menambahkan, menurut laporan IPCC, 2030 kenaikan suhu bumi diperkirakan akan naik lebih cepat dari beberapa prediksi sebelumnya.

Misalnya, pada 2019 diperkirakan kenaikan suhu akan tembus beberapa derajat celsius pada 2052.

Baca juga: Impor Bukan Solusi, Kebijakan Holistik Kunci Stabilisasi Harga Beras

Namun, berdasarkan temuan tahun 2020, suhu bumi diperkirakan akan kembali mengalami kenaikan pada 2042 atau 10 tahun lebih cepat dari prediksi awal.

“Suhu Bumi sudah melebihi 1,5 derajat celsius sepanjang 12 bulan, Januari sampai Desember 2023. Kondisi ini terjadi 10 tahun lebih cepat dari prediksi sebelumya,” ungkap Edvin.

Diperlukan pengelolaan produksi pangan yang lebih adaptif dengan beralih ke sistem pangan yang berkelanjutan untuk mengantisipasi dampak krisis iklim di masa mendatang.

Peneliti iklim dari Traction Energy Asia Ahmad Juang Setiawan menyampaikan, salah satu cara menuju pangan yang berkelanjutan adalah melihat kembali kearifan lokal dari para petani daerah yang sudah mempunyai mekanisme adaptasi perubahan iklim.

Baca juga: Libur Akhir Tahun di Belitung, Cabai Lokal dan Stok Beras 280 Ton Aman

Ia mencontohkan masyarakat adat di Kasepuhan, Banten Selatan, yang memiliki berbagai jenis varietas padi yang sudah disesuaikan dengan berbagai musim.

Selain itu, mereka juga memiliki sistem prediksi awal musim tanam yang cukup baik dengan akurasi yang bahkan bisa menyaingi model prediksi kontemporer.

Menurutnya, hal ini penting untuk memberikan masukan yang berharga bagi pemerintah. Ia juga menekankan pentingnya diversifikasi sistem pertanian dibanding menggunakan satu sistem yang sama untuk semua daerah.

“Pada kenyataannya, setiap daerah memiliki keunikan dan kebutuhan tersendiri yang harus dipertimbangkan,” tutur Ahmad.

Baca juga: Buah Sukun Bisa Jadi Alternatif Pangan Pengganti Beras

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
Pemerintah
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau