JAKARTA, KOMPAS.com - PT Sumi Rubber Indonesia, produsen ban Dunlop berkomitmen untuk menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan dalam menjalankan usahanya.
Melalui sustainability concept, Dunlop peduli pada lingkungan dengan terus berupaya mengurangi polusi karbon dioksida (CO2) dalam proses produksinya.
Selain itu, ban-ban bekas juga ditangani dengan seksama melalui mekanisme daur ulang.
Sales & Marketing Direktur PT Sumi Rubber Indonesia Tomohiro Senna memastikan komitmen tersebut akan terus berjalan.
Baca juga: Pertamina Raih 2 Penghargaan Bidang ESG, Terapkan Keberlanjutan
Hal ini guna mendukung Indonesia mencapai emisi nol bersih atau net zero emission (NZE) pada 2060 mendatang.
"Penerapan prinsip-prinsip keberlanjutan harus terus diupayakan, dalam rangka pengurangan limbah dan proses produksi yang tidak mencemari lingkungan," ujar Tomohiro dalam rilis yang diterima Kompas.com, Jumat (15/3/2024).
Menurut Tomohiro, kebijakan lingkungan mengharuskan perusahaan untuk menetapkan tujuan dalam mengupayakan perbaikan berkelanjutan untuk mengurangi dampak lingkungan dari operasional perusahaan.
Hal ini mencakup fokus pada konservasi sumber daya alam, meminimalisasi limbah dan emisi, menggunakan kembali dan mendaur ulang bahan-bahan, serta mengelola penggunaan energi.
Baca juga: Pertamina Dorong Kolaborasi demi Keberlanjutan
Dunlop, kata Tomohiro, adalah salah satu dari sejumlah perusahaan ban dan otomotif yang melaporkan data lingkungan, mendokumentasikan kemajuannya dalam mengurangi jumlah material yang dapat membahayakan lingkungan.
Selain peduli pada lingkungan, perusahaan juga terus melakukan inovasi. Sejak ditemukan oleh John Boyd Dunlop (1840-1921) yang mendirikan perusahaan ban Dunlop Pneumatic Tyre Company.
Merek ini menjadi perusahaan pertama yang mengembangkan ban berisi angin dan menjadi yang pertama memperkenalkan ban bertekanan udara di dunia pada tahun 1887. Sejak itu teknologi ban terus bergulir.
Tahun 1905, Dunlop mengembangkan ban mobil pertama dengan pola telapak beralur hingga memecahkan record kecepatan mobil khusus menggunakan ban Dunlop mencapai 326,6 kilometer per jam.
Baca juga: Dorong Keberlanjutan dan Dampak Sosial, DBS Foundation Hibahkan Rp 8,2 Miliar
Tahun 1953, Dunlop memproduksi ban tubeles pertama di Jepang hingga tahun 1960 berhasil menemukan teknologi untuk menjelaskan fenomena hydroplaning pada ban.
Hydroplaning atau disebut juga aquaplaning, merupakan kondisi adanya genangan cair di permukaan jalan yang saat dilibas kendaraan membuat kondisi mengambang sehingga pengendalian (kontrol) stir berkurang.
Pada tahun 1979 Dunlop kemudian memproduksi ban radial yang digunakan motor sport secara masal dengan produksi yang juga masal dan serentak di Jepang, Amerika, dan Eropa.
Tahun 1998 dikembangkan teknologi Digital Rolling Simulation dan memulai penjualan produk Digi-Tyre.
Dunlop juga memulai penjualan untuk ban Low Noise pertama di dunia pada 2006 yang menggunakan spons khusus diteruskan dengan inovasi ban yang 70 persen bahan bakunya menggunakan material non oil.
Baca juga: Sabet Best ESG Green Financing, Aldiracita Perkuat Praktik Keberlanjutan
Selanjutnya pada 2013 diluncurkan produk Enasave 100 yang merupakan ban 100 persen berbahan baku alami non oil.
Tomohiro menjelaskan, Dunlop memulai penjualan ban yang 70 persen bahan bakunya menggunakan bahan material non oil hingga tahun 2013 diluncurkannya Enasave 100 yang merupakan 100 persen ban berbahan baku alami non oil.
Sejak tahun 2015 berturut-turut hingga 2019 Dunlop menorehkan pencapaian dengan menyelesaikan materi pengembangan ban berteknologi Advance 4D Nano Design.
"Kemudian meluncurkan Enasave Next II yang mengadopsi teknologi Advance 4D Nano Design,” ujar Tomohiro.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya