KOMPAS.com - Kualitas udara di Eropa telah meningkat selama 20 tahun terakhir, menurut penelitian terbaru dari Institute for Global Health (ISGlobal) Barcelona.
Meskipun demikian, masih menurut studi tersebut sebagian besar penduduk Eropa masih tinggal di wilayah yang polusinya melebihi tingkat udara yang direkomendasikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Baca juga: Upaya Iklim Rambah Sepak Bola, Klub Eropa Bisa Hitung Karbon
ISGlobal menganalisis tingkat polusi harian di lebih dari 1.400 wilayah di 35 negara Eropa, yang mewakili populasi 543 juta orang.
Hasilnya menunjukkan, secara keseluruhan tingkat partikulat tersuspensi (PM2.5 dan PM10) dan nitrogen dioksida (NO2) telah menurun di sebagian besar wilayah Eropa selama dua dekade terakhir.
Namun, beberapa wilayah Eropa yang diteliti masih mengalami polusi udara di atas tingkat yang direkomendasikan WHO.
Studi ini menemukan bahwa 98 persen orang Eropa masih tinggal di daerah dengan tingkat PM2.5 yang tidak sehat.
Baca juga: Waspada, Polusi Udara Berisiko Tinggi Sebabkan Stunting
Peneliti ISGlobal Zhao-Yue Chen mengatakan ada lebih dari 250.000 kematian dini setahun di Uni Eropa terkait dengan polusi partikel halus ini, yang berkaitan penyakit jantung, stroke, dan diabetes.
“Meskipun kematian terkait dengan masalah partikel halus turun 41 persen antara tahun 2005 dan 2021, Badan Lingkungan Eropa mengatakan negara-negara anggota (Uni Eropa) perlu melanjutkan upaya untuk mengurangi tingkat lebih lanjut,” kata Zhao-Yue, dilansir dari Euronews, Sabtu (16/3/2024).
Sementara itu, 80 persen orang Eropa tinggal di daerah dengan tingkat PM10 yang tidak sehat. Sedangkan sekitar 86 persen tinggal di daerah dengan tingkat NO2 yang tidak sehat.
Adapun di Eropa bagian selatan, tingkat ozon meningkat sebesar 0,58 persen.
Meskipun polusi udara telah menurun selama 20 tahun terakhir, studi menunjukkan bahwa masih terdapat titik panas di seluruh benua Eropa.
Tingkat polusi partikulat (PM2.5 dan PM10) tertinggi terjadi di Italia utara dan Eropa timur. Lalu di Italia Utara, dan beberapa wilayah di Eropa Barat seperti Inggris bagian selatan, Belgia, dan Belanda, juga memiliki tingkat NO2 yang tinggi.
Penurunan tingkat PM2.5 dan PM10 yang paling signifikan terjadi di Eropa Tengah, sedangkan NO2 terjadi di wilayah perkotaan di Eropa Barat.
Baca juga:
Para peneliti tersebut mengatakan bahwa perubahan iklim dan polusi udara saling mempengaruhi.
Suhu yang lebih hangat dan sinar matahari yang lebih kuat meningkatkan pembentukan ozon melalui reaksi kimia. Tingkat ozon yang lebih tinggi kemudian mempercepat proses pembentukan partikel PM2.5 baru.
Perubahan iklim juga meningkatkan kemungkinan kebakaran hutan yang berkontribusi terhadap peningkatan PM2.5 dan tingkat ozon.
“Interaksi yang kompleks ini menciptakan lingkaran yang berbahaya, menyoroti kebutuhan mendesak untuk mengatasi perubahan iklim dan polusi udara secara bersamaan,” kata peneliti ISGlobal Joan Ballester Claramunt.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya