KOMPAS.com - Intervensi penanganan stunting seharusnya dilakukan sejak dari hulu, utamanya saat 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) anak.
Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Irma Ardiana mengatakan, pentingnya intervensi sejak hulu dilakukan karena bayi di usia nol sampai lima bulan bisa saja telah terindikasi stunting.
"Jadi, intervensinya ditarik lebih awal dari hulunya, 1.000 HPK termasuk ibu hamil sampai dengan bayi usia dua tahun (baduta)," ujar Irma, sebagaimana dilansir Antara, Senin (18/3/2024).
Baca juga: Angka Stunting di Situbondo Turun, Lampaui Target Nasional 2024
Ia menekankan pentingnya perencanaan dan penganggaran kegiatan bina keluarga balita (BKB) pada musyawarah perencanaan dan pembangunan (musrenbang) daerah agar penanganan anak stunting dapat terus dipantau.
"Tujuannya untuk membantu kepala desa dan lurah mencapai sembilan indikator dalam Pantau BKB-Mu (BKB sejak musrenbang desa) yang tercatat melalui data," tutur Irma.
Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, BKKBN memetakan sembilan indikator unit yang dihitung di desa atau kelurahan.
Sembilan indikator tersebut telah dicermati capaiannya pada 2023.
Baca juga: Atasi Stunting, Bapanas dan ID FOOD Bantu Pangan 1,4 Juta Keluarga
Irma menambahkan, BKKBN akan menyoroti beberapa hal di indikator jumlah desa bebas stunting.
"Harapannya, di tahun 2024 tidak ada prevalensi stunting lebih dari 3,4 persen, meski saat ini kenyataannya masih jauh dari sasaran. Kita masih terus berjuang," ucapnya.
Dalam indikator kelima, desa diharapkan dapat meningkatkan alokasi dana desa untuk melakukan intervensi spesifik dan sensitif dalam percepatan penurunan stunting, dengan target 90 persen pada 2024.
Akan tetapi, capaiannya pada 2023 baru 76,52 persen.
Baca juga: Aceh, Provinsi dengan Stunting Tinggi tapi Paling Bahagia di Indonesia
Di sisi lain, Irma mengapresiasi indikator persentase desa atau kelurahan yang melaksanakan kelas BKB tentang pengasuhan 1.000 HPK.
Dalam indikator tersebut telah memiliki capaian 95,05 persen dari target 90 persen pada 2024.
"Nanti kita lihat apakah dengan kelas BKB ini sudah cukup efektif menurunkan prevalensi stunting," ujarnya.
Ia menyampaikan hal tersebut mengingat berdasarkan kelompok usia, angka stunting kelompok usia nol sampai lima bulan pada 2019 sebesar 8,4 persen, sedangkan pada 2021 meningkat menjadi 11,7 persen dan masih stagnan pada 2022.
Baca juga: Peralihan ASI ke MPASI Jadi Masa Rentan Stunting
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya