KOMPAS.com - Ibu yang baru melahirkan rentan mengalami beban mental dan emosional yang menyebabkan gangguan terhadap mentalnya.
Dokter spesialis obstetri dan ginekologi dari Kelompok Staf Medis Kebidanan dan Penyakit Kandungan Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo Jakarta I Putu Gede Kayika menyampaikan, gangguan mental yang muncul contohnya seperti baby blues hingga depresi pasca-persalinan.
"Seorang ibu yang baru mengalami perubahan proses itu, secara mental atau psikisnya mengalami beban yang bisa mengganggu orang di lingkungan, termasuk anaknya," kata Putu, sebagaimana dilansir Antara, Senin (18/3/2024).
Baca juga: Kesehatan Mental, Kanker, dan Layanan Digital Jadi Isu Penting MMB Health Trends 2024
Dia menuturkan, banyak perempuan yang menghadapi tantangan besar dalam mengelola perubahan fisik, psikis, dan emosional signifikan setelah melahirkan.
Menurut dia, kondisi yang demikian bisa menimbulkan gangguan mental pasca-melahirkan. Ada beberapa gejala gangguan mental yang harus diwaspadai.
Beberapa contoh dari tersebut seperti perasaan sedih, kecemasan, kebingungan, serta kehilangan minat dalam aktivitas sehari-hari.
Putu mengatakan, ibu yang baru melahirkan juga bisa mengalami penurunan nafsu makan yang menyebabkan berat badan turun, kesulitan berkonsentrasi dan mengambil keputusan, serta merasa tertekan sepanjang hari.
Selain itu, perempuan yang baru melahirkan dapat merasakan kelelahan yang berlebihan, kesulitan tidur, perubahan suasana hati tiba-tiba, serta kewalahan menjalankan tugas-tugas baru setelah kelahiran bayinya.
Baca juga: Ribuan Warga Gangguan Mental di Babel Terdaftar sebagai Pemilih
Perubahan-perubahan yang dialami oleh ibu yang baru melahirkan, menurut dia, bisa membuat mereka merasa terlalu lelah untuk melakukan kegiatan yang sebelumnya mereka nikmati seperti menonton dan beraktivitas di media sosial.
Putu menyampaikan, gejala-gejala tersebut menandai terjadinya depresi pasca-melahirkan apabila berlangsung lebih dari dua minggu dan menghambat tugas ibu dalam merawat bayi.
"Kurang lebih gejala awalnya mirip gitu. Tapi, biasanya baby blues terjadi seminggu atau dua minggu pertama," katanya.
Sementara gejala yang lebih berat akan terjadi lebih dari dua minggu dan bisa masuk ke dalam kategori depresi pasca-melahirkan.
"Jadi, intensitasnya lebih berat dengan durasi yang lebih lama hingga bisa menghambat fungsi dari ibu dalam aktivitas sehari-harinya sebagai orang yang punya bayi," papar Putu.
Baca juga: Kesehatan Mental Masih Dipandang Sebelah Mata, Yuk Berkenalan dengan 5 Komunitas Ini
Putu mengemukakan, gangguan mental pada ibu menjadi lebih serius apabila munculnya ide untuk menyakiti diri sendiri atau bayinya.
Kondisi yang demikian merupakan tanda bahaya dari depresi pasca-persalinan.
Oleh karena itu, pihak keluarga perlu meningkatkan pengetahuannya mengenai kondisi mental dan emosional ibu seusai melahirkan.
Peningkatan pengetahuan dari keluarga diperlukan untuk mengurangi risiko gangguan mental dan memberikan dukungan yang tepat bagi ibu yang baru melahirkan.
Putu menyampaikan, para suami atau bapak diharapkan lebih peka dan proaktif dalam memberikan dukungan serta perhatian kepada istri selama masa yang rentan tersebut.
Baca juga: Kesehatan Mental Pengaruhi Agenda Pembangunan Global
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya