“Keterjangkauan harga (affordability) EV serta pembangunan stasiun pengisian kendaraan listrik juga perlu waktu untuk dapat berkembang di Tanah Air. Pasalnya, Indonesia merupakan negara besar dengan kondisi geografis berupa negara kepulauan,” terangnya.
Untuk itu, imbuh dia, kolaborasi berbagai stakeholder kian krusial, baik pemerintah, sektor perbankan, maupun swasta. Tak terkecuali, kerja sama antarnegara.
Adapun kontribusi yang dapat diwujudkan sektor perbankan menurut Riko yakni menghubungkan para pelaku industri kendaraan listrik di kancah global dengan kebutuhan investasi dalam membangun ekosistem kendaraan listrik di Tanah Air.
“Bila kami mendukung para pemain kendaraan listrik masuk Indonesia, mereka dapat menghadirkan mobil-mobil dengan harga terjangkau. Oleh karena itu, mobil listrik dengan harga murah dapat bermunculan,” kata Riko.
Tidak hanya itu, lanjut Riko, perbankan juga dapat membantu pengembangan ekosistem kendaraan listrik dengan menawarkan pembiayaan multiguna yang lebih menarik.
Adapun upaya tersebut telah dilakukan HSBC dengan menyalurkan kredit jangka panjang tiga tahun sebesar Rp 200 miliar, serta pendanaan hijau (green term loan) senilai Rp 50 miliar kepada PT SGMW Multifinance Indonesia. Kedua perusahaan tersebut merupakan korporasi pembiayaan captive milik SAIC Motor HK yang melayani Wuling dan Morris Garage (MG).
“Dengan begitu, ekosistem dapat terbentuk serta berdampak terhadap perekonomian domestic,” ujarnya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya