KOMPAS.com – Industri besi dan baja bertanggung jawab terhadap pelepasan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 430 juta ton karbon dioksida pada 2022 atau setara 4,9 persen dari total emisi industri.
Besarnya emisi GRK yang dilepaskan tersebut disebabkan karena dominannya teknolgi yang mengonsumsi batu bara dan kokas, bahan karbon padat yang berasal dari distilasi batu bara rendah abu dan rendah sulfur.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, 80 persen besi dan baja di Indonesia diproduksi dengan teknologi tanur tinggi dengan bahan bakar batu bara dan kokas.
Baca juga: Dorong Hilirisasi, PLN Tambah Daya Listrik Industri Nikel di Kaltim
Apabila rasio penggunaan teknologi tanur tinggi semakin banyak digunakan, upaya penurunan emisi di industri besi dan baja di Indonesia akan menjadi lebih sulit di tahun berikutnya.
Di sisi lain, baja merupakan material kritis yang diperlukan di berbagai aspek pembangunan, termasuk untuk teknologi untuk mendukung transisi energi di seluruh dunia.
“Penerapan 1 megawatt (MW) teknologi energi terbarukan seperti panel surya dan, turbin angin memerlukan sekitar 20-180 ton baja,” kata Fabby dikutip dari siaran pers IESR, Rabu (20/3/2024).
Oleh karena itu, diperlukan perpindahan teknologi proses produksi besi dan baja untuk melakukan dekrbonisasi di sektor ini.
Baca juga: Jarang Diketahui, Emisi UKM Rupanya Hampir Setara Industri Nasional
Dekarbonisasi industri baja menjadi krusial dilakukan untuk memastikan rantai pasok teknologi menjadi rendah karbon.
“Peningkatan efisiensi energi yang dapat dilakukan dengan beralih terhadap teknologi ramah lingkungan, penggunaan energi terbarukan serta optimalisasi dari penggunaan baja daur ulang,” jelas Fabby.
Urgensi dekarbonisasi sektor industri besi dan baja juga dipengaruhi dunia internasional dengan adanya aturan produk rendah emisi dan penetapan batas karbon untuk ekspor, serta perdagangan karbon.
Di tataran nasional, Analis Senior IESR Farid Wijaya mengatakan, dekarbonisasi industri besi dan baja ini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Baca juga: ABB Ajak Industri Ikut Gerakan Efisiensi Energi, Kejar Emisi Bersih
Pertumbuhan ekonomi tersebut sangat diperlukan terutama untuk mencapai Indonesia Emas 2045, melindungi rantai pasokan dalam negeri dan ekonomi masa depan, dan meningkatkan daya saing ekspor untuk pasar global yang semakin sadar akan praktik ramah lingkungan.
“Upaya melakukan dekarbonisasi industri perlu dibarengi dengan membangun ekosistem industri hijau dalam kerangka regulasi dan standar, penyediaan energi hijau dan teknologi rendah karbon,” kata Farid.
Dia menambahkan, diperlukan adanya peta jalan oleh masing-masing industri dan asosiasi, yang saat ini masih terbatas pada beberapa sektor.
Pasalnya, peta jalan yang ada juga belum menjadi sebuah regulasi yang bisa dijadikan landasan aksi dekarbonisasi untuk pelaku industri dan asosiasi.
Baca juga: Ternyata, Dekarbonisasi Industri di Indonesia Belum Beranjak Jauh
Menurut studi IESR, setidaknya ada tiga rekomendasi yang diberikan untuk mendorong dekarbonisasi industri di Indonesia.
Pertama, penyelesaian peta jalan dekarbonisasi industri oleh Kementerian Perindustrian pada akhir tahun 2024 atau lebih cepat.
Kedua, memperkuat pelaporan dan pengumpulan data mengenai implementasi Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 2 Tahun 2019. Selain itu memastikan keterbukaan laporan keberlanjutan industri untuk transparansi dan akses informasi, terutama pelaporan penggunaan energi dan bahan baku serta limbah yang dihasilkan.
Ketiga, menyusun patokan proses produksi industri hijau serta memperluas cakupan dan nilai batas standar industri hijau (SIH) dari yang awalnya bersifat sukarela dan mengacu ke best practice lokal menjadi wajib. Patokan ini berkesesuaian dengan kebutuhan penurunan emisi di tahun 2060 atau lebih awal.
Baca juga: Studi: Jika Tidak Diatur, Industri Nikel Bisa Memicu Ribuan Kematian
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya