KOMPAS.com - Tingkat polusi udara di Indonesia selama 2023 mengalami kenaikan bila dibandingkan 2022.
Laporan tersebut mengemuka berdasarkan kajian lembaga penelitian independen yang berfokus terhadap kualitas udara dan energi, Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA).
Dalam analisis tersebut, masyarakat yang tinggal di kota-kota Sumatera dan Kalimantan terpapar PM2,5 dengan konsentrasi yang tidak sehat dan berbahaya.
Baca juga: 10 Negara dengan Polusi Terendah di Dunia
Sementara itu, tingkat polusi udara di DKI Jakarta pada 2023 menjadi terburuk sejak 2019. Konsentrasi PM2,5 bulanan di sana dari Juni hingga akhir tahun 2023 mencapai 40-50 mikrogram per meter kubik.
Konsentrasi PM2,5 tersebut melampaui delapan hingga 10 kali lipat dari ambang batas pedoman kualitas udara Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO.
Selain itu, DKI Jakarta masuk dalam peringkat ketujuh dalam daftar ibu kota paling tercemar di dunia versi IQAir pada 2023.
Lebih dari 29 juta orang yang tinggal di Wilayah Metropolitan Jakarta terpapar tingkat polusi udara yang tinggi selama lebih dari setengah tahun pada 2023.
Menurut catatan CREA, kualitas udara Indonesia sempat mengalami perbaikan pada 2020 dan 2022 bila dibandingkan 2019. Namun kini, polusi justru mengalami kenaikan.
"Peningkatan polusi pada tahun 2023 dinilai sebagai kemunduran yang signifikan," tulis CREA dalam siaran pers, Jumat (5/4/2024).
Baca juga: 5 Kota RI dengan Polusi Udara Terendah, 2 Masuk Terbaik se-Asia Tenggara
CREA menyebutkan, polusi udara merupakan ancaman yang mendesak karena berdampak langsung terhadap kesehatan dan beban ekonomi bagi Indonesia.
Berdasarkan analisis CREA, peningkatan polusi di Indonesia pada 2023 disebabkan oleh beberapa faktor.
Sumber-sumber polusi mencakup pembangkit listrik berbahan bakar fosil, transportasi, industri, pembakaran terbuka, serta sumber-sumber lain yang berasal dari wilayah Jakarta dan sekitarnya.
Faktor-faktor tersebut diperparah oleh fenomena El Nino membawa musim kemarau yang lebih kering dari biasanya.
Kondisi tersebut mengakibatkan peningkatan tingkat polusi udara karena rendahnya curah hujan dan tingginya risiko kebakaran hutan dan lahan akibat imbas kekeringan.
Baca juga: Kualitas Udara di Eropa Meningkat, Namun Masih Banyak Polusi
Di kota-kota Kalimantan dan Sumatera sangat terpengaruh oleh kebakaran yang terjadi di wilayah terdekat.
Tingkat polusi udara meningkat dengan cepat seiring bertambahnya jumlah titik panas. Sehingga, kualitas udara dapat mencapai tingkat yang sangat tidak sehat dalam waktu beberapa hari atau dalam waktu yang sangat singkat.
Analis CREA Katherine Hasan mengatakan, beberapa wilayah di Indonesia bahkan mengalami polusi sampai pada titik berbahaya pada 2023.
Dia menambahkan, tanpa upaya terpadu dan proaktif dari pemerintah dan pemangku kepentingan utama, tidak ada yang tahu kapan puncak polusi akan terjadi dan seberapa lama masyarakat harus menghirup udara yang tercemar.
"Untuk melindungi kesehatan masyarakat, Baku Mutu Udara Ambien 2021 seharusnya menjadi target nasional untuk dicapai dan dipertahankan – melalui rencana aksi dalam tenggat waktu yang ditentukan untuk semua sektor penyumbang polusi," kata Hasan.
Baca juga: Kolaborasi ESTA-Plastic Bank Kurangi Polusi Plastik dan Dorong Ekonomi
Untuk memperbaiki kualitas udara di Indonesia, CREA mendesak pemerintah pusat dan pemerintah daerah menyepakati target yang mempunyai jangka waktu tertentu, dan harus dipenuhi bersama di tingkat nasional.
Pemerintah juga perlu berkomitmen menjalankan putusan pengadilan yang memerintahkan jajaran pemerintahan mengatasi masalah polusi udara atas gugatan warga negara.
Upaya seperti itu juga harus direplikasi dan dilaksanakan di seluruh provinsi di tanah air.
Pemerintah juga harus mengembangkan rencana aksi spesifik sektoral untuk secara efektif dapat mengurangi, memperkecil, dan menghilangkan sumber-sumber utama polusi udara.
Pengetahuan yang ada mengenai sumber-sumber utama dan kontribusinya harus menjadi dasar dari rencana ini, dengan upaya lebih lanjut untuk memperluas informasi ini melalui studi lanjutan pembagian sumber.
CREA menyebutkan, pembangkit listrik dari bahan bakar fosil merupakan salah satu sektor dengan potensi terbesar untuk mengurangi polusi.
Menangani pembangkit listrik dari bahan bakar fosil dinilai menjadi upaya yang paling mudah dilakukan dalam mitigasi polusi udara, mengingat adanya kerangka peraturan yang sudah mapan.
Baca juga: Polusi Bikin 100 Penerbangan Dialihkan, Vietnam Setop PLTU Batu Bara
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya