Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 13 April 2024, 14:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Sekretaris Ekseuitif badan iklim PBB atau United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) Simon Stiell mengatakan, dibutuhkan terobosan dalam hal keuangan dan pendanaan untuk membantu melawan krisis iklim.

Dia menyampaikan, pendanaan dan keuangan penting untuk memensiunkan bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak, dan gas bumi lalu menggantinya dengan energi terbarukan.

Bila emisi karbon dioksida dan metana dari bahan bakar fosil terus meningkat dan tidak turun tajam, kesenjangan akan semakin lebar antara kelompok kaya dan miskin.

Baca juga: PBB: Tersisa 2 Tahun Selamatkan Bumi dari Krisis Iklim

Stiell menyampaikan hal tersebut pidatonya di lembaga think tank Chatham House di London, Inggris, Kamis (11/4/2024), sebagaimana dilansir Euronews.

Dia menyerukan adanya "lompatan kuantum" dalam hal pendanaan iklim pada tahun ini.

Negara-negara yang paling rentan memerlukan pembiayaan sekitar 400 miliar dollar AS untuk upaya perlawanan krisis iklim.

Dibutuhkan lebih banyak bantuan keuangan, bukan pinjaman, dan lebih banyak dana dari berbagai kelompok-kelompok kaya seperti perbankan, Organisasi Maritim Internasional, dan G20.

Pasalnya, negara-negara kaya tersebut bertanggung jawab atas 80 persen emisi gas rumah kaca (GRK) di Bumi ini.

Baca juga: Krisis Air dan Perubahan Iklim Jadi Ancaman Dunia, Perlu Kolaborasi

"Kepemimpinan G20 harus menjadi inti dari solusi, seperti yang terjadi pada saat krisis keuangan besar," kata Stiell.

Dia menambahkan, saban harinya para menteri keuangan, CEO, investor, dan bankir pembangunan menyalurkan triliunan dollar AS.

"Ini saatnya untuk mengalihkan dana tersebut dari energi dan infrastruktur di masa lalu, menuju masa depan yang lebih bersih dan berketahanan. Dan untuk memastikan bahwa negara-negara termiskin dan paling rentan mendapatkan manfaatnya," kata Stiell.

Steil menyampaikan, dunia hanya memiliki waktu dua tahun yang tersisa untuk menyelamatkan Bumia.

Baca juga: Tahukah Anda? Menanam Pohon Salah Tempat Justru Berkontribusi terhadap Perubahan Iklim

Dia mendesak adanya perubahan drastis untuk menekan emisi GRK sebagai biang keladi utama krisis iklim.

Analis iklim dari lembaga think tank E3G Alden Meyer sepakat bahwa waktu dan pendanaan adalah inti dari upaya perlawanan krisis iklim.

Untuk diketahui, negara-negara di dunia bakal memutakhirkan target iklim dalam Nationally Determined Contribution (NDC) terbaru yang memiliki tenggat 2025.

Di sisi lain, banyak negara melangsungkan pemilu pada tahun ini. Pergantian rezim diharapkan dapat turut memengaruhi arah kebijakan iklim sebuah negara.

Baca juga: Perempuan Berperan Besar Memitigasi Perubahan Iklim

Meyer menuturkan, NDC yang ditetapkan tahun depan akan menentukan apakah dunia bisa mencapai jalur pengurangan emisi yang diperlukan untuk menghindari krisis iklim yang jauh lebih buruk dibandingkan saat ini.

Para ilmuwan sebelumnya menegaskan, emisi global dikurangi setengahnya pada akhir dekade ini guna memenuhi target Perjanjian Paris untuk membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5 derajat celsius.

CEO Climate Analytics Bill Hare mengatakan, sayangnya masih banyak pemerintah di dunia yang justru mendukung pengembangan bahan bakar fosil baru.

"Kita perlu melihat tindakan yang lebih kuat sekarang –peningkatan yang lebih cepat dalam penggunaan energi terbarukan, kendaraan listrik, dan baterai– jika kita ingin melakukan pengurangan yang signifikan pada tahun 2030. Semakin lama kita menunggu, semakin besar biaya yang harus dikeluarkan," ucap Hare.

Baca juga: Sasi Laut, Penjaga Ketahanan Pangan di Tengah Ancaman Krisis Iklim

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau