Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 13/04/2024, 10:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Sekretaris eksekutif badan iklim PBB atau United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) Simon Stiell memperingatkan dunia hanya memiliki waktu dua tahun tersisa untuk menyelamatkan Bumi.

Dia mendesak adanya perubahan drastis untuk menekan emisi gas rumah kaca (GRK) sebagai biang keladi utama krisis iklim.

Stiell mengatakan, peringatannya tersebut memang terdengar berlebihan. Akan tetapi, dia meyakini dua tahun ke depan adalah momen krusial untuk mengekang krisis iklim.

Baca juga: Krisis Air dan Perubahan Iklim Jadi Ancaman Dunia, Perlu Kolaborasi

"Kita masih memiliki peluang untuk menurunkan emisi gas rumah kaca, dengan rencana iklim nasional generasi baru. Namun kita membutuhkan rencana yang lebih kuat sekarang," kata Stiell dalam pidatonya di lembaga think tank Chatham House di London, Inggris, Kamis (11/4/2024).

Untuk diketahui, negara-negara di dunia bakal memutakhirkan target iklim dalam Nationally Determined Contribution (NDC) terbaru yang memiliki tenggat 2025.

Di sisi lain, banyak negara melangsungkan pemilu pada tahun ini. Pergantian rezim diharapkan dapat turut memengaruhi arah kebijakan iklim sebuah negara.

Akan tetapi, Stiell menambahkan aksi iklim tidak hanya harus dilakukan oleh orang-orang yang berkuasa saja.

Baca juga: Tahukah Anda? Menanam Pohon Salah Tempat Justru Berkontribusi terhadap Perubahan Iklim

Penanganan perubahan iklim, papar Stiell, harus melibatkan semua orang di seluruh dunia, sebagaimana dilansir Euronews.

"Siapa sebenarnya yang punya waktu dua tahun untuk menyelamatkan dunia? Jawabannya ada pada setiap orang di planet ini," kata Stiell.

Semakin banyak orang yang terlibat maka dampaknya semakin besar. Pasalnya, krisis iklim tak hanya berdampak terhadap satu kelompok saja, melainkan dirasakan semua orang.

Salah satu contoh langsung dari krisis iklim adalah kekeringan yang menyebabkan tanaman pertanian menjadi rusak, hingga menmbuat harga pangan terkerek.

Baca juga: Penelitian Terbaru: Perubahan Iklim Dapat Pengaruhi Ketepatan Waktu

Stiell menyampaikan, untuk mengatasi dampak krisis iklim terhadap pertanian, para pertani perlu dibantu beradaptasi sehingga dapat meningkatkan ketahanan pangan dan mengurangi kelaparan.

"Mengurangi polusi bahan bakar fosil (juga) berarti kesehatan yang lebih baik dan penghematan besar bagi pemerintah dan rumah tangga," kata Stiell.

Di sisi lain, salah satu ilmuwan meyakini peringatan yang disampaikan Stiell tidak akan terlalu digubris oleh negara-negara.

Ilmuwan iklim dari Universitas Princeton, Michael Oppenheimer, menuturkan peringatan Stiell tersebut kemungkinan besar akan diabaikan.

Baca juga: Perempuan Berperan Besar Memitigasi Perubahan Iklim

"Dua tahun untuk menyelamatkan dunia adalah retorika yang tidak berarti. Dan kemungkinan terburuknya akan menjadi kontraproduktif," kata Oppenheimer yang juga seorang profesor hubungan internasional.

Tingkat karbon dioksida dan metana di udara tahun lalu mencapai titik tertinggi sepanjang masa, menurut penghitungan pemerintah Amerika Serikat (AS).

Sementara para ilmuwan menghitung, emisi karbon dioksida dunia juga melonjak drastis dibandingkan masa praindustri.

2023 juga dinobatkan sebagaitahun terpanas yang pernah tercatat sejauh ini menurut lembaga pemantau iklim bentukan Uni Eropa, Copernicus Climate Change Service (C3S).

Baca juga: Sasi Laut, Penjaga Ketahanan Pangan di Tengah Ancaman Krisis Iklim

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau