JAKARTA, KOMPAS.com - Yayasan KEHATI meresmikan Tugu Kalpataru di Taman Herbal Kebun Tanaman Obat (KTO) Sari Alam di Desa Cukanggenteng Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat (30/4/2024).
Tugu Kalpataru ini dibangun sebagai simbolis dari penghargaan Kalpataru 2018 yang diterima oleh Oday Kodariyah atau yang akrab dipanggil Mamah Oday pada kategori Perintis Lingkungan Pelestari Sumber Daya Genetik Tanaman Obat.
Kontribusi Mamah Oday dalam melestarikan dan memperkenalkan tanaman obat nusantara dinilai sangat besar.
Baca juga: Empat Media Naungan KG Media Gelar Forum Berkelanjutan Lestari Summit
Sejak lama Mamah Oday tak kenal lelah memberikan edukasi dan pelatihan tentang pemanfaatan obat tradisional kepada khalayak luas.
Semangat ini sejalan dengan pengembangan program bioprospeksi yang dijalankan oleh Yayasan KEHATI.
Direktur Eksekutif Yayasan KEHATI Riki Frindos mengatakan, tugu ini merupakan simbol perempuan pejuang lingkungan dan tanaman obat di Indonesia.
Hal ini tentunya dapat menjadi salah satu momentum dalam memperkenalkan tanaman obat nusantara dan khasiatnya untuk menjadi primadona dan mendukung pembangunan berkelanjutan.
Baca juga: Living World Denpasar Bali Tawarkan Gaya Hidup Lestari
"Upaya mamah Oday ini kami nilai dapat melindungi keanekaragaman hayati Indonesia, serta melindungi kearifan lokal,” ujar Riki.
Peresmian Tugu Kalpataru ini merupakan lanjutan dari kegiatan yang pernah dilakukan di tahun-tahun sebelumnya antara Yayasan KEHATI dan Mamah Oday, terutama pada kegiatan edukasi jenis tanaman obat dan pemanfatannya.
Ke depannya, Yayasan KEHATI berencana mendukung kegiatan yang dikelola Mamah Oday, antara lain inventarisasi pengetahuan tradisional, eksplorasi sumber daya genetik, serta koleksi spesimen.
Kegiatan ini diharapkan dapat menjadi model bagi perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan sumber daya genetik lokal dan pengetahuan tradisional dalam pemanafaatan berkelanjutan tanaman obat.
Baca juga: Dorong Inovasi Lestari, UID Gelar Perayaan Kelulusan Program BEKAL Pemimpin 3.0
Hingga kini, terdapat lebih dari 900 jenis tanaman obat, 418 spesimen koleksi tanaman obat dari 102 famili (suku) dan 341 spesies yang sudah dikoleksi di Kebun Tanaman Obat (KTO) Sari Alam dengan luas lima hektar.
Selain gencar mempromosikan khasiat dari tanaman obat nusantara, Mamah Oday juga aktif mempelajari beragam seluk beluk tanaman obat, baik secara tradisional atau ilmiah.
Mamah Oday mengatakan, untuk menambah keahliannya, dia menempuh beragam pendidikan pelatihan, mulai dari tanaman obat profesional, tanaman obat kelas pengobatan, diagnosa penyakit dengan cara kedokteran kelas pengobatan herbal, dan meramu jamu sesuai diagnosa kedokteran.
Semangat ini yang membuat KTO Sari Alam menjadi pusat konsultasi dan pengobatan berbasis tanaman obat di Indonesia. Tidak hanya pasien dari dalam negeri, pasien dari luar negeri pun turut berdatangan.
Mamah Oday memanfaatkan kebun tanaman obatnya sebagai kebun koleksi, produksi dan klinik tanaman obat. Artinya kebun tersebut memiliki 3 fungsi, yaitu pelestarian, pengambangan dan pemanfaatan.
Indonesia seharusnya dapat memanfaatkan potensi bioprospeksi Indonesia yang sangat tinggi.
Dalam perkembangannya, nilai ekonomi bioprospeksi dunia diperkirakan mencapai 500 miliar dolar atau ekuivalen Rp 8.130 triliun per tahun yang mencakup sektor farmasi, produk pertanian, tanaman hias, kosmetik, dan berbagai produk bioteknologi lainnya.
Baca juga: Perlindungan Wilayah Kelola Rakyat Efektif Pulihkan Lingkungan
Keberhasilan bioprospeksi bergantung pada informasi awal yang didapat dari masyarakat lokal (local knowledge) yang secara turun temurun memanfaatkan sumber daya keanekaragaman hayati untuk berbagai kebutuhan.
"Tak kalah penting, masyarakat harus mendapat manfaat dan memberi persetujuan terhadap pengembangan produksi bioprospeksi ini, sehingga tidak terjadi pembajakan kanekaragaman hayati (biopiracy),” jelas Riki.
Tanpa adanya dukungan dari banyak pihak dan payung hukum yang kuat dalam pengelolaan sumber daya genetik, maka masyarakat lokal sulit memperoleh manfaat dari bioprospeksi ini, terutama dari sisi komersil.
Alhasil, Indonesia akan berpotensi kehilangan sumber daya genetik yang secara alami menjaga proses-proses ekosistem fundamental.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya