KOMPAS.com - Pengakuan dan perlindungan terhadap wilayah kelola rakyat (WKR) efektif memulihkan lingkungan sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat.
WKR merupakan mekanisme pengelolaan wilayah tertentu yang integratif dan partisipatif, baik dalam aspek kepemilikan, konsumsi, tata kelola, dan produksi.
Ketua Umum Badan Pengurus Nasional Asosiasi Pengelola Perhutanan Sosial Indonesia (AP2SI) Roni Usman mengatakan, salah satu bukti efektifitas pengakuan WKR adalah di Desa Ibun, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Baca juga: Bangun Jalan Tol, HK Utamakan Aspek Ramah Lingkungan
Roni menyampaikan, masyarakat Desa Ibun mendapatkan izin pengelolaan perhutanan sosial dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) pada 2017.
Dulunya, kawasan tersebut hanya ditumbuhi ilalang dan rentan kebakaran. Kini, kawasan tersebut dikelola warga dengan memadukan kopi dengan tanaman hutan.
"Saat ini, lebih dari 60 persen kawasan hutan yang dulunya terbuka telah hijau kembali. Di saat bersamaan, kopi yang ditanam menjadi sumber pendapatan baru," kata Roni dalam rilis yang diterima Kompas.com, Senin (29/4/2024).
Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Zenzi Suhadi menyampaikan, roda penggerak dari ekonomi nusantara terletak pada pengakuan dan perlindungan WKR.
Baca juga: Percepat Transisi Ramah Lingkungan Asia Tenggara, 5 Sektor Ini Perlu Dikebut
Dia menambahkan, skema ekonomi nusantara mendukung praktik-praktik ekonomi lokal yang berkelanjutan dan menyatukan nilai-nilai ekologi, sosial, dan ekonomi secara seimbang.
Secara alami, ekonomi nusantara menumbuhkan ekosistem baru berupa jaringan ekonomi komoditas yang dihasilkan oleh komunitas dari wilayahnya.
Tujuannya adalah untuk memulihkan hak-hak rakyat, ekosistem, dan ekonomi.
"WKR menjadi pondasi sekaligus kunci bagi Walhi dalam menciptakan ekosistem ekonomi nusantara sebagai upaya mendorong kemandirian ekonomi komunitas," ujar Zenzi.
Baca juga: KLHK Gelar Festival Pengendalian Lingkungan, Ajak Pulihkan Alam
"Sekaligus meningkatkan kedaulatan pangan dan energi dengan mengurangi emisi dan menyerap karbon," imbuhnya.
Dalam laporan Walhi bertajuk Ekonomi Nusantara: Tawaran Solusi Pulihkan Indonesia, praktik ekonomi nusantara tetap eksis dan menopang kehidupan rakyat
Laporan tersebut meneliti lima lanskap ekologis yakni gambut, hutan dataran tinggi, perbukitan hutan dataran rendah, dan pesisir yang dilakukan di Sumatera Selatan, Bengkulu, Bali, Jawa Timur, dan Kalimantan Timur.
Zenzi menuturkan, praktik ekonomi nusantara hanya mungkin dilakukan dengan baik jika ada pengakuan dan perlindungan.
Baca juga: Gelas Kertas Ramah Lingkungan Indonesia Dukung The RunCzech Marathon
Dia menambahkan, sampai saat ini Walhi mendampingi 1,3 juta lahan yang dikelola oleh komunitas.
"Dari pendampingan tersebut Walhi berhasil mengidentifikasi 77 jenis sumber pangan dan komoditas potensial sebagai sumber kesejahteraan komunitas, basis pembangunan ekonomi nasional, dan pangan global," papar Zenzi.
Sri Hartati, perwakilan dari Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Bayang Bungo Sumatera Barat, menceritakan praktik ekonomi nusantara dalam menghasilkan produk turunan hasil tanaman hutan, yakni sirup pala.
Produk ini menjadi unggulan pemerintah Nagari Kapujan dan berhasil menjuarai Kompetisi Produk UMKM tingkat Kabupaten Pesisir Selatan.
Baca juga: Gedung Kantor Ramah Lingkungan Lebih Diminati
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya