Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 01/04/2024, 21:54 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan suhu bumi sepanjang 2023 merupakan rekor terpanas sepanjang sejarah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

“Tahun 2023 juga setiap bulan antara Juli dan Desember, selalu mencetak rekor suhu permukaan baru. Artinya zaman sebelumnya, itu tidak pernah mengalami suhu setinggi itu,” ujar Kepala BMKG Dwikorita Karnawati.

Hal itu ia sampaikan dalam konferensi pers Road to 10th World Water Forum "Kolaborasi Tangguh Atasi Tantangan Perubahan Iklim" yang digelar daring, Senin (1/4/2024).

Baca juga: Suhu Bumi Hampir Lampaui Ambang Batas, Perusahaan Migas Getol Ekspansi

Fenomena suhu panas tersebut, adalah dampak dari variabilitas dan perubahan iklim yang seringkali dirasakan pada sumber daya air.

Tak hanya sumber air, dampaknya terlihat pada kejadian ekstrem seperti suhu panas di Indonesia maupun dunia. 

“Tapi setiap bulan dari Juni rekor tertinggi, Juli lebih tinggi lagi, Agustus lebih tinggi lagi, Desember lebih tinggi lagi dibandingkan bulan-bulan Juni, Juli, Agustus sampai Desember tahun-tahun sebelumnya,” tambah Dwikorita.

Dwikorita juga mengatakan, pada 2023, terdapat dua bulan terpanas sepanjang sejarah yakni Juli dan Agustus.

“Tercatat pada bulan Juli dan Agustus 2023 adalah dua bulan panas yang pernah tercatat di dalam sejarah pencatatan suhu permukaan tersebut,” ucapnya.

Tahun 2023 secara resmi juga dinobatkan sebagai tahun terpanas sepanjang sejarah sejak pencatatan suhu dilakukan pada 1850-an.

Suhu bumi naik hampir 1,5 derajat Celsius

Dwikorita mengungkapkan, menurut laporan organisasi meteorologi duni atau World Meteorological Organization (WMO), rata-rata suhu tahun 2023 meningkat sebesar 1,45 derajat Celsius dibandingkan dengan era pra-industri.

Baca juga: Batasi Kenaikan Suhu Bumi, Emisi Metana Harus Dipangkas 75 Persen

"Jadi baseline itu tahun 1850 hingga tahun 1900, hingga sampai tahun 2023 meningkatnya sudah mencapai 1,45 derajat Celsius," tutur dia.

Padahal, dalam kesepakatan Paris (Paris Agreement) dicantumkan suhu bumi tidak boleh lebih dari 1,5 derajat Celcius untuk akhir abad. 

"Nah, ini baru tahun 2023. Jadi betapa kita ini sudah sangat dekat dengan batas dari kesepakatan tadi. Sebelum tahun 2023, jadi tahun 2022 itu masih 1,2 derajat Celcius,” kata Dwikorita.

Hal tersebut, berkaitan dengan meningkatnya kejadian ekstrem yang semakin sering, dengan intensitas semakin kuat dan durasi semakin panjang. 

Menurutnya, fenomena ini sangat berhubungan erat dengan meningkatnya intensitas kegiatan industri yang menghasilkan gas rumah kaca.

Baca juga: 12 Bulan Terakhir, Suhu Bumi Naik 1,5 Derajat Celsius

“Jadi gas-gas rumah kaca itu antara lain CO2, itu yang berperan menaikkan suhu karena gas-gas itu menjadi selubung di atmosfer menjadi selimut atmosfer yang menghambat pelepasan pantulan sinar matahari dari permukaan bumi untuk kembali ke angkasa luar,” papar Dwikorita.

“Sehingga sinar matahari atau suhunya itu terjerat, terjebak di dalam atmosfer. Itulah yang mengakibatkan kenaikan suhu yang semakin melompat,” imbuhnya.

Dwikorita menegaskan, fenomena meningkatnya suhu panas harus menjadi perhatian dunia, termasuk Indonesia. Sebab, perubahan iklim menjadi tantangan bersama yang perlu diselesaikan secara bersama-sama. 

"Ini merupakan challenge (tantangan) kita semua, seluruh dunia terhadap perubahan iklim. Kekeringan tadi, kelangkaan air, dan juga terlalu banyaknya air," pungkasnya. 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

China Berencana Bangun PLTS di Luar Angkasa, Bisa Terus Panen Energi Matahari

China Berencana Bangun PLTS di Luar Angkasa, Bisa Terus Panen Energi Matahari

Pemerintah
AS Pertimbangkan Tambang Laut Dalam untuk Cari Nikel dan Lawan China

AS Pertimbangkan Tambang Laut Dalam untuk Cari Nikel dan Lawan China

Pemerintah
LPEM UI: Penyitaan dan Penyegelan akan Rusak Tata Kelola Sawit RI

LPEM UI: Penyitaan dan Penyegelan akan Rusak Tata Kelola Sawit RI

Pemerintah
Jaga Iklim Investasi, LPEM FEB UI Tekankan Pentingnya Penataan Sawit yang Baik

Jaga Iklim Investasi, LPEM FEB UI Tekankan Pentingnya Penataan Sawit yang Baik

Pemerintah
Reklamasi: Permintaan Maaf yang Nyata kepada Alam

Reklamasi: Permintaan Maaf yang Nyata kepada Alam

LSM/Figur
Dampak Ekonomi Perubahan Iklim, Dunia Bisa Kehilangan 40 Persen GDP

Dampak Ekonomi Perubahan Iklim, Dunia Bisa Kehilangan 40 Persen GDP

LSM/Figur
Studi: Mikroplastik Ancam Ketahanan Pangan Global

Studi: Mikroplastik Ancam Ketahanan Pangan Global

LSM/Figur
Kebijakan Tak Berwawasan Lingkungan Trump Bisa Bikin AS Kembali ke Era Hujan Asam

Kebijakan Tak Berwawasan Lingkungan Trump Bisa Bikin AS Kembali ke Era Hujan Asam

Pemerintah
Nelayan di Nusa Tenggara Pakai “Cold Storage” Bertenaga Surya

Nelayan di Nusa Tenggara Pakai “Cold Storage” Bertenaga Surya

LSM/Figur
Pakar Pertanian UGM Sebut Pemanasan Global Ancam Ketahanan Pangan Indonesia

Pakar Pertanian UGM Sebut Pemanasan Global Ancam Ketahanan Pangan Indonesia

LSM/Figur
3 Akibat dari Perayaan Lebaran yang Tidak Ramah Lingkungan

3 Akibat dari Perayaan Lebaran yang Tidak Ramah Lingkungan

LSM/Figur
1.620 Km Garis Pantai Greenland Tersingkap karena Perubahan Iklim, Lebih Panjang dari Jalur Pantura

1.620 Km Garis Pantai Greenland Tersingkap karena Perubahan Iklim, Lebih Panjang dari Jalur Pantura

LSM/Figur
Semakin Ditunda, Ongkos Atasi Krisis Iklim Semakin Besar

Semakin Ditunda, Ongkos Atasi Krisis Iklim Semakin Besar

LSM/Figur
Harus 'Segmented', Kunci Bisnis Sewa Pakaian untuk Dukung Lingkungan

Harus "Segmented", Kunci Bisnis Sewa Pakaian untuk Dukung Lingkungan

Swasta
ING Jadi Bank Global Pertama dengan Target Iklim yang Divalidasi SBTi

ING Jadi Bank Global Pertama dengan Target Iklim yang Divalidasi SBTi

Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau